
Saat sedang duduk-duduk bersama, Rasulullah saw dikagetkan dengan hadirnya seorang sahabat yang berlumuran darah pada bagian kakinya. Spontan Nabi saw menanyakan penyebab keadaan yang beliau saksikan:
“Mengapa betismu berdarah?”
“Ya, Rasulullah, baru saja aku melewati anjing milik seorang perempuan munafik. Anjing itu menggigit betisku,” kata sahabat ini.
Rasulullah lantas memintanya beristirahat untuk memulihkan rasa sakit akibat gigitan anjing itu.
Sejurus kemudian, muncul sahabat lain datang kepada Nabi saw dengan kondisi yang sama. Betisnya mengalirkan darah.
Sahabat yang kedua ini juga menceritakan penyebab serupa atas kondisi yang menimpanya.
“Mari kita pergi menemui anjing itu!” Nabi berencana membunuh anjing buas tersebut agar tidak membahayakan lebih banyak orang lagi.
Para sahabat berdiri dengan sebuah pedang di tangan masing-masing.
Ketika bertemu anjing yang dimaksud, pedang pun terhunus dan siap menebas tubuhnya.
Namun, anjing yang hendak menemui ajalnya ini tiba-tiba saja berdiri di hadapan Rasulullah saw dan berbicara dengan fasih:
“Jangan anda membunuhku. Sesungguhnya aku makhluk yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,” pinta si anjing.
“Mengapa engkau menggigit betis dua laki-laki ini?” tanya Nabi saw.
“Wahai Rasulullah, aku adalah seekor anjing yang diperintahkan untuk menggigit orang yang menghina Sayidina Abu Bakar dan Sayidina Umar.”
Rasulullah pun mengalihkan sasaran bicara kepada kedua sahabatnya,
“Apakah kalian berdua mendengar apa yang diucapkan anjing?”
Kedua orang yang betisnya berdarah itu mulai menginsafi kesalahannya. Mereka telah melakukan kekeliruan terhadap seorang hamba berjiwa lembut, berjasa besar, dan begitu dicintai Allah dan Rasul-Nya. Mereka lalu berjanji untuk bertobat secara sungguh-sungguh.
Kisah ini diriwayatkan Anas bin Malik ra.
Sumber:
kitab Al-Aqthaf ad-Daniyyah fi Îdhahi Mawâ’idhil ‘Ushfûriyyah.