Quantcast
Viewing all articles
Browse latest Browse all 238

MENAHAN MARAH


Al-Faqih berkata: Al-Khalil bin Ahmad menceritakan kepada kami, Abu Ja'far Ad-Dabili menceritakan kepada kami, Abu Abdillah bin Umar menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami dari Ali bin Zaid dari Abu Nadhrah dari Abu Sa'id Al-Khudri ra, di mana ia berkata: Rasulullah s.w bersabda:
"Sesungguhnya marah itu bara api. Barang siapa di antara kamu sekalian yang menemukan yang demikian itu, bila ia sedang berdiri, maka hendaklah ia duduk, dan bila ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring."

Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Al-Musayyab menceritakan kepada kami dari Muhammad bin Muslim dan Abu Sa'id Al-Khudri ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"Jauhilah marah, karena sesungguhnya marah itu menyalakan api di dalam hati manusia. Bukankah kamu melihat salah seorang di antara kamu sekalian ketika ia marah bagaimana kedua matanya merah dan urat-urat lehernya tegang? Oleh karena itu, apabila salah seorang di antara kamu ada sedikit tanda-tanda yang demikian itu, maka hendaklah ia berbaring dan merebahkan badannya ke tanah."

Dikatakan bahwa di antara kita ada orang yang lekas marah tetapi lekas hilangnya dan ini seimbang, dan ada orang yang lambat marah dan lambat hilangnya dan ini masih seimbang. Orang yang paling baik di antara kita adalah orang yang lambat marah tetapi lekas hilangnya, dan yang paling jelek adalah orang yang lekas marah tetapi lambat hilangnya.

Abu Umamah Al-Bahili ra meriwayatkan dari Rasulullah saw, di mana beliau bersabda:
"Barang siapa yang menahan marah padahal ia mampu untuk melampiaskan marahnya itu namun ia tidak melampiaskannya, maka nanti pada hari kiamat Allah memenuhi hatinya dengan keridhaan."

Dikatakan bahwa di dalam Injil tertulis:
"Wahai anak Adam, ingatlah kepadaKu ketika kamu marah, maka Aku akan ingat kepadamu ketika Aku marah. Dan merasalah puas dengan pertolonganKu, karena pertolonganKu kepadamu itu lebih baik daripada pertolonganmu kepada dirimu sendiri."

Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, bahwasanya ia berkata kepada seseorang yang telah membuat dirinya marah: "Seandainya kamu tidak membuat aku marah, niscaya kamu sudah aku beri hukuman." Dalam hal ini, Umar bermaksud melaksanakan firman Allah Ta'ala:
"Dan orang-orang yang menahan amarahnya." (QS. Ali 'Imran, 3:134)

Diceritakan bahwa Umar bin Abdul Aziz melihat seseorang yang sedang mabuk, dan ia bermaksud untuk menghukum orang yang mabuk itu, namun orang yang mabuk itu mencaci-maki, Umar kembali, tidak menghukumnya. Lalu ada seseorang yang bertanya kepadanya: "Wahai Amirul Mukminin, kenapa ketika ia selesai mencaci-maki kamu, justru kamu meninggalkannya?" Umar menjawab: "Karena ia memarahi aku, di mana sekiranya aku menghukumnya, niscaya aku berada dalam keadaan marah, dan aku tidak suka memukul seseorang muslim untuk membela diriku sendiri."

Diriwayatkan temtang Maimun bin Mahran bahwa budaknya menghidangkan makanan yang ada kuahnya, tiba-tiba budak itu tergelincir kakinya lantas kuahnya itu tertuang ke badan Maimun, dan ia pun bermaksud untuk memukul budaknya, namun budaknya itu berkata: "Wahai tuanku, laksanakanlah firman Allah yang berbunyi wal-kaziminal-gaiza; “Dan orang-orang yang menahan amarahnya.”" (QS. Ali 'Imran, 3:134) Ia menjawab: "Aku telah melaksanakannya." Budaknya berkata: "Laksanakanlah firman Allah yang sesudah itu, yakni wal-'affina 'anin-nas; “Dan memaafkan (kesalahan) orang lain.”" (QS. Ali 'Imran, 3:134) Ia menjawab: "Aku telah memaafkan kesalahanmu." Budaknya berkata lagi: "Laksanakanlah firman Allah yang sesudah itu, yakni wallahu yuhibbul-muhsinin; “Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan.”" (QS. Ali 'Imran, 3:134) Maimun lalu berkata: "Aku telah berbuat baik kepadamu, maka saat ini kamu merdeka, karena mengharap ridha Allah Ta'ala."

Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Barang siapa yang tidak memiliki tiga hal, maka ia tidak akan mendapatkan manisnya iman, yaitu; Santun yang ditujukan untuk memahami kebodohan orang yang bodoh, wara' (sikap berhati-hati) dari hal-hal yang haram, dan budi pekerti yang dengannya bergaul dengan sesama manusia."

Diceritakan bahwa ada seseorang yang mempunyai kuda yang sangat dikagumi, kemudian pada suatu hari ia melihat kudanya patah satu kakinya, sehingga tinggal tiga kaki saja, lalu ia bertanya kepada budaknya: "Siapa yang mematahkan kaki kuda itu?" Budaknya menjawab: "Saya." Ia bertanya: "Kenapa?" Budaknya menjawab: "Saya ingin membuat engkau sedih." Ia berkata: "Tidak apa-apa, sungguh aku akan membuat sedih siapa yang menyuruh (yakni setan), maka pergilah kamu dan kini kamu merdeka dan kuda ini untuk kamu."

Al-Faqih berpesan bahwa seyogyanya setiap muslim itu penyantun dan sabar, karena sifat-sifat itu termasuk budi pekerti orang-orang yang bertakwa. Allah Ta'ala memuji kesabaran itu melalui firmanNya:
"Tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia." (QS. Asy-Syura, 42:43)

Pada ayat yang lain Allah berfirman:
"Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia." (QS. Fussilat, 41:34)

Melalui firmanNya, Allah memuji Nabi Ibrahim as:
"Ibrahim sungguh penyantun, lembut hati dan suka kembali (kepada Allah)." (QS. Hud, 11:75)

Allah Ta'ala telah memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw untuk sabar dan penyantun, dan memberitahukan kepada beliau, bahwa nabi-nabi sebelumnya adalah penyabar dan penyantun:
"Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati." (QS. Al-Ahqaf, 46:35)
Maksudnya Nabi saw diperintahkan untuk sabar dalam menghadapi kebohongan dan perilaku jahat yang dilancarkan oleh orang-orang kafir, sebagaimana kesabaran para nabi yang diperintah untuk memerangi orang-orang kafir.

Di dalam menafsirkan ayat:
"Dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, 'salam'." (QS. Al-Furqan, 25:63)
Al-Hasan mengatakan bahwa bila mereka dicaci-maki oleh orang-orang yang bodoh, mereka menanggapinya dengan penuh kesabaran dan santun.

Diriwayatkan dari Wahb bin Munabbih, di mana ia berkata: "Pada kalangan Bani Israil ada seseorang yang ahli ibadah akan disesatkan oleh setan, namun setan tidak mampu. Pada suatu hari, orang itu keluar untuk suatu kepentingan, lalu setan mengikutinya dengan harapan setan itu bisa memperoleh kesempatan untuk menggodanya. Setan lantas berusaha untuk menggodanya melalui syahwat dan marah, namun tetap ia tidak berhasil. Setan itu menggodanya melalui rasa takut, di mana ia membuat bayang-bayang seolah-olah orang itu akan dijatuhi batu besar dari gunung, namun orang itu berdzikir kepada Allah, sehingga ia selamat. Setan itu lalu menyerupai harimau dan binatang buas, namun ia tetap tabah dengan dzikir kepada Allah, sehingga ia selamat. Setan itu lalu menyerupai ular, di mana ketika ia sedang shalat ular palsu itu melilit pada kedua kaki dan badannya sampai ke kepalanya, dan bila ia hendak meletakkan kepala untuk bersujud, ular palsu itu membuka mulut seolah-olah akan mencaplok kepala orang itu, namun ia tidak takut, ia menyingkirkan ular palsu itu dengan tangannya, sehingga ia bisa sujud. Setelah shalat selesai, setan itu menemuinya seraya berkata: "Aku telah berbuat begini dan begitu tetapi sedikit pun aku tidak bisa menggoda kamu, dan kini aku bersahabat dengan kamu, dan tidak akan lagi menggoda kamu." Orang itu berkata kepada setan: "Sewaktu kamu menakut-nakuti aku, alhamdulillah aku tidak takut dan kini tidak perlu bagiku untuk bersahabat dengan kamu." Setan berkata kepadanya: "Apakah kamu tidak ingin menanyakan tentang nasib keluargamu, nanti setelah kamu mati?" Ia menjawab: "Tidak ada urusan, aku telah mati sebelum mereka." Setan berkata kepadanya: "Apakah kamu tidak ingin bertanya kepadaku tentang bagaimana cara aku menyesatkan manusia?" Ia menjawab: "Ya, beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang dengannya kamu berhasil menyesatkan manusia." Setan itu berkata: "Dengan tiga hal yaitu; Kikir, marah dan mabuk. Seseorang itu bila kikir, ia selalu menganggap sedikit apa yang dimilikinya, sehingga ia tidak mau mengeluarkan kewajiban-kewajibannya dan ingin memiliki apa yang dimiliki orang lain. Seseorang itu bila sedang marah, kami mempermainkan orang itu sebagaimana anak-anak mempermainkan bola, meskipun ia dapat menghidupkan orang mati dengan doanya, kami tidak putus asa untuk dapat menggodanya, karena ia membangun dan kami yang merobohkannya dengan kata saja. Dan seseorang itu bila sedang mabuk kami menuntunnya ke segala perbuatan yang jahat yang kami kehendaki sebagaimana kambing yang ikut saja bila dituntun."

Dalam kisah di atas, setan menyatakan bahwa bila seseorang marah, maka orang itu jatuh ke tangan setan seperti jatuhnya bola ke tangan anak-anak kecil. Oleh karena itu, orang yang marah hendaknya sabar supaya tidak jatuh ke tawanan setan dan amal kebaikannya tidak terhapus.

Diceritakan bahwa iblis mendatangi Nabi Musa as dan berkata: "Kamu adalah orang yang dipilih oleh Allah Ta'ala untuk menyampaikan risalah dan Dia langsung berbicara dengan kamu. Aku adalah salah satu di antara makhluk-makhluk Allah. Aku ingin bertaubat kepada Tuhan, maka tolong sampaikan kepadaNya agar taubatku diterima." Mendengar perkataan itu Musa as sangat senang, lalu berwudhu dan shalat, lantas berdoa: "Wahai Tuhanku, sesungguhnya iblis adalah salah satu di antara makhluk-makhlukMu, ia ingin bertaubat kepadaMu, maka terimalah taubatnya." Allah berfirman kepada Musa as: "Wahai Musa, ia tidak akan bertaubat." Musa berkata: "Wahai Tuhanku, ia benar-benar ingin bertaubat kepadaMu." Allah menurunkan wahyu kepada Musa as: "Wahai Musa, Aku kabulkan permintaanmu, suruh iblis itu sujud di kubur Adam lantas Aku terima taubatnya." Musa as merasa sangat senang dan langsung memberitahukan wahyu itu kepada iblis, namun iblis marah dan sombong seraya berkata: "Aku tidak mau sujud kepadanya sewaktu ia hidup, maka bagaimana mungkin aku sujud kepadanya setelah ia mati?" Kemudian ia berkata kepada Musa as: "Wahai Musa, karena kamu telah menyampaikan permohonanku kepada Tuhanmu, maka kini memperoleh hadiah bagimu, yaitu aku berpesan kepadamu dengan tiga hal, yakni:

  1. Ingatlah kepadaku ketika kamu marah, karena aku berada di hatimu, berjalan di tubuhmu pada aliran darah,
  2. Ingatlah kepadaku ketika kamu bertemu dengan musuh dalam peperangan, karena aku datang kepada manusia untuk mengingatkan istri, keluarga, harta dan anak-anaknya, sehingga ia mundur dari medan peperangan,
  3. Jangan duduk dengan seorang perempuan yang bukan muhrim, karena sesungguhnya aku sebagai utusannya kepadamu dan utusanmu kepadanya."

Diriwayatkan dari Luqman Al-Hakim, di mana ia berkata: "Wahai anakku, ada tiga hal yang tidak diketahui kecuali dalam tiga hal, yaitu:

  1. Orang yang penyantun tidak diketahui kecuali ketika marah,
  2. Orang yang pemberani tidak diketahui kecuali ketika berperang,
  3. Saudara tidak diketahui kecuali sewaktu ada kepentingan."

Dikisahkan bahwa ada seseorang dari kalangak tabi'in yang dipuji oleh seseorang, lantas ia bertanya kepada orang yang memujinya: "Wahai hamba Allah, kenapa kamu memuji aku, apakah kamu pernah menguji aku ketika marah, sehingga kamu mengetahui kesabaranku?" Orang yang memuji menjawab: "Belum." Ia bertanya: "Apakah kamu pernah menguji aku ketika dalam bepergian, sehingga kamu mengetahui kebaikan tingkah lakuku?" Orang yang memuji menjawab: "Belum." Ia bertanya: "Apakah kamu pernah menguji aku ketika diberi amanah, sehingga kamu mengetahui aku adalah orang yang dapat dipercaya?" Orang yang memuji menjawab: "Belum." Ia lantas berkata kepada orang yang memuji itu: "Celaka kamu, seseorang tidak boleh memuji orang lain sebelum mengujinya dengan ketiga hal tersebut."

Tiga perilaku merupakan akhlak ahli surga, dan tidak ditemui kecuali pada orang yang baik budi, yaitu:

  1. Memaafkan orang yang menganiaya dirinya.
  2. Memberi orang yang kikir kepadanya.
  3. Berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.

Sewaktu turun ayat yang berbunyi:
"Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh." (QS. Al-A'raf, 7:199)

Rasulullah saw bertanya kepada Malaikat Jibril mengenai tafsir ayat tersebut, di mana beliau bersabda: "Apa tafsir ayat ini?" Malaikat Jibril menjawab: "Aku akan bertanya kepada Allah."
Kemudian Malaikat Jibril pergi menghadap Allah, lalu kembali kepada Muhammad saw dan berkata:
"Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah Ta'ala memerintahkan kamu untuk menyambung persaudaraan kepada orang yang memutuskan persaudaraan kepadamu, memberikan (sesuatu) kepada orang yang tidak pernah memberikan (sesuatu) kepadamu, dan memaafkan orang yang menganiaya kamu."

Diriwayatkan dari Ibnu 'Ajlan dari Sa'id Al-Magburi dari Abu Hurairah ra, di mana ia berkata:
"Ada seseorang mencaci-maki Abu Bakar ra, sedangkan Rasulullah saw sedang duduk di situ. Beliau diam dan Abu Bakar juga diam. Setelah orang itu selesai mencaci-maki, Abu Bakar berbicara, lantas Rasulullah saw bangkit. Kemudian Abu Bakar mendekati beliau dan berkata; “Wahai Rasulullah, kenapa ketika orang itu mencaci-maki kepadaku engkau diam, kenapa ketika aku berbicara engkau berdiri?” Beliau menjawab; “Sesungguhnya mengembalikan semua caci-makian orang itu kepadanya, namun ketika kamu berbicara malaikat pergi dan setan duduk, maka aku tidak senang duduk bersama-sama dengan setan.” Kemudian Rasulullah saw bersabda:
“Ada tiga hal yang semuanya hak, yaitu:

  1. Tidak ada seseorang yang dianiaya dengan suatu penganiayaan, lantas ia memaafkannya karena mengharapkan keridhaan Allah Ta'ala melainkan Allah menambah kemuliaan kepdanya,
  2. Tidak ada seseorang hamba yang meminta-minta yang dimaksudkan untuk memperbanyak (kekayaannya), melainkan Allah menambah kekurangan (kemiskinan) kepadanya,
  3. Tidak ada seseorang yang memberikan suatu pemberian karena mengharap keridhaan Allah Ta'ala, melainkan Allah Ta'ala menambah (rezeki) yang banyak kepadanya.”

Al-Faqih berkata: Ayahku menceritakan kepadaku dengan sanadnya dari Muhammad bin Ka'b Al-Quradli dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"Setiap sesuatu itu ada kemuliaannya. Majlis yang paling mulia adalah majlis yang menghadap kiblat, dan kamu sekalian hendaknya duduk di majlis dengan amanah. Janganlah kamu shalat di belakang orang yang tidur dan berhadats. Bunuhlah ular dan kalajengking meskipun kamu sedang shalat. Janganlah kamu menutup dinding dengan kain. Barang siapa yang melihat aurat saudaranya tanpa izin, maka seolah-olah ia melihat api. Barang siapa yang ingin menjadi orang paling kuat, maka hendaknya ia bertawakal kepada Allah Ta'ala. Barang siapa yang ingin menjadi orang yang paling mulia, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah Ta'ala. Barang siapa yang ingin menjadi orang yang paling kaya, maka hendaklah ia lebih percaya kepada apa yang ada di tangannya (yang dimilikinya)." Kemudian beliau bersabda: "Maukah kamu aku beritahu orang yang jahat di antara kamu sekalian?" Para sahabat menjawab: "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "(Yaitu) orang yang makan sendirian, tidak mau membantu dan memukul budaknya." Kemudian beliau bersabda: "Maukah kamu aku beritahu orang yang lebih jahat dari itu?" Mereka menjawab: "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "(Yaitu) orang yang tidak peduli untuk selalu membuka aib orang yang tidak menerima alasan, dan orang yang tidak mau memberi maaf pada kesalahan." Kemudian beliau bersabda: "Maukah kamu aku beritahu orang yang lebih jahat dari itu?" Mereka menjawab: "Ya, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "(Yaitu) orang yang tidak bira diharapkan kebaikannya dan (orang lain) tidak aman dari kejahatannya." Kemudian Rasul Allah saw bersabda: "Sesungguhnya Nabi Isa as berdiri di tengah-tengah orang Bani Isra'il dan berkata; “Wahai Bani Israil janganlah kamu membicarakan hikmah kepada orang-orang yang bodoh, karena berarti kamu telah menganiaya hikmah itu sendiri, dan janganlah kamu menyembunyikan kepada ahlinya, karena (kalau kamu menyembunyikannya) berarti kamu menganiaya mereka.”" Beliau mengulangi sekali lagi: "Maka berarti kamu menganiaya hikmah itu sendiri. Janganlah kamu membalas orang yang menganiaya dengan penganiayaan, karena keutamaanmu di sisi Tuhanmu akan hilang. Wahai Bani Israil, urusan-urusan itu ada tiga macam, yaitu; Urusan yang sudah nyata kebenarannya maka ikuti, urusan yang sudah jelas jeleknya maka jauhilah, dan urusan yang di dalamnya ada perbedaan pendapat, maka kembalikanlah kepada Allah dan RasulNya."

Salah seorang cendekiawan berkata: "Zuhud di dunia itu ada empat, yaitu:

  1. Percaya diri kepada Allah Ta'ala terhadap urusan dunia dan akhirat yang Dia janjikan.
  2. Menganggap sama antara pujian dan caci-makian.
  3. Ikhlas dalam beramal.
  4. Memaafkan orang yang menganiayanya dan tidak marah pada budaknya. Ia menjadi orang yang penyantun dan sabar."

Diriwayatkan dari Abu Darda ra, bahwasanya ada seseorang berkata kepadanya: "Ajarkanlah kepada saya beberapa kalimat yang berguna bagi saya." Abu Darda berkata: "Aku mewasiatkan kepadamu beberapa kalimat yang barang siapa mengamalkannya, maka ia akan mendapat derajat yang tinggi sebagai balasannya, yaitu; Janganlah kamu makan kecuali yang baik, mohonlah kepada Allah rezeki tiap hari pada harinya itu, persiapkanlah dirimu untuk mati, serahkan dirimu kepada Allah Ta'ala, maka barang siapa yang mencaci-maki atau menyakiti kamu, katakanlah; “Kehormatanku aku serahkan kepada Allah.” dan bila kamu berbuat kesalahan, maka segeralah mohon ampun kepada Allah Ta'ala."

Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya ketika gigi serinya patah dalam perang Uhud dan beliau tampak sakit, para sahabat berkata kepada beliau: "Wahai Rasulullah, seandainya engkau berdoa kepada Allah terhadap orang-orang yang telah mematahkan gigimu, niscaya mereka juga akan tertimpa sakit." Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya aku diutus bukan sebagai orang yang mengutuk, namun aku diutus untuk mengajak mereka dan sebagai rahmat. Wahai Allah, tunjukilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak tahu."

Rasulullah saw bersabda:
"Barang siapa yang menahan lidahnya dari kehormatan kaum muslimin, maka Allah Ta'ala memaafkan kesalahannya nanti pada hari kiamat. Dan barang siapa yang menahan amarahnya, maka Allah Ta'ala akan menghindarkan murkaNya nanti pada hari kiamat."

Diriwayatkan dari Mujahid ra sebagai berikut:
"Bahwasanya Rasulullah saw berjalan melewati suatu kaum yang sedang mengangkat batu, dan melihat siapakah yang lebih kuat di antara mereka, kemudian Rasulullah saw bertanya; “Batu apakah itu?” Mereka menjawab; “Batu yang sangat keras.” Beliau bertanya; “Maukah kamu aku beritahu tentang sesuatu yang lebih kuat daripadanya?” Mereka menjawab; “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda; “Seseorang yang berselisih dengan saudaranya dengan perasaan mendongkol, kemudian ia mengalahkan setannya dan setan saudaranya lantas orang itu mendatangi saudaranya hingga bercakap-cakap (damai).” Dalam riwayat yang lain disebutkan: "Bahwasanya beliau berjalan melewati suatu kaum yang sedang mengangkat batu, kemudian beliau bertanya; “Apakah kamu mengukur kekuatan dengan mengangkat batu? Maukah kamu aku beritahu seseorang yang lebih kuat daripada kamu?” Mereka menjawab; “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda; “Seseorang yang sangat marah, kemudian bersabar.”

Diriwayatkan dari Yahya bin Mu'adz bahmasanya ia berkata: "Barang siapa yang melawan orang yang menganiayanya, maka ia telah menyusahkan Nabi Muhammad saw di tengah-tengah para nabi, dan menyenangkan iblis yang terkutuk di tengah-tengah para nabi, dan menyenangkan iblis yang terkutuk di tengah-tengah orang kafir dan setan. Dan barang siapa memaafkan orang yang menganiayanya, maka ia telah menyusahkan iblis yang terkutuk di tengah-tengah orang kafir dan setan, dan menyenangkan Nabi Muhammad saw di tengah-tengah para nabi dan orang yang shalih."

Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Nanti pada hari kiamat ada seruan yang menyerukan; “Di manakah orang-orang yang pahala mereka dijamin oleh Allah Ta'ala,” maka bangkitlah orang-orang yang telah memaafkan orang lain lantas masuk surga."

Sewaktu Al-Ahnaf bin Qais ditanya: "Apakah kemanusiaan itu?" Al-Ahnaf menjawab: "Merendahkan diri dalam kekuasaan, memaafkan ketika mampu untuk membalas kejahatan, dan memberi tanpa menyebut-nyebut (mengundat-undat)."

Athiyyah meriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Orang-orang yang beriman itu lunak-lunak, baik-baik bagaikan unta yang terkendali hidungnya, bila dituntun menuruti dan bila diberhentikan di bukit, ia juga berhenti."

Al-Faqih berkata: "Hendaklah kamu bersabar ketika kamu marah, dan jauhilah terburu-buru ketika marah, karena tergesa-gesa itu mengakibatkan tiga hal dan bersabar juga mengakibatkan tiga hal. Tiga hal yang diakibatkan tergesa-gesa adalah; Menyesali diri sendiri, mendapat celaan orang, dan siksaan di sisi Allah Ta'ala. Sedangkan tiga hal yang diakibatkan oleh sabar adalah; Senang dalam diri sendiri, pujian dari orang lain, dan pahala dari sisi Allah Ta'ala."

Santun atau sabar itu memang pada mulanya pahit, namun pada akhirnya manis, sebagaimana dikatakan oleh salah seorang penyair:
"Santun itu pada mulanya pahit rasanya, tetapi pada akhirnya manis daripada madu."


---o0o---



Viewing all articles
Browse latest Browse all 238

Trending Articles