Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Sufyan bin Uyainah menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Isa bin Maryam as berkata kepada orang-orang Hawariyyin: "Wahai garam bumi, janganlah kamu merusak karena sesungguhnya segala sesuatu itu bila rusak, maka hanya bisa diobati dengan garam, dan bila garam itu rusak, maka tidak bisa diobati dengan sesuatu. Wahai orang-orang Hawariyyin, janganlah kamu memungut upah orang yang kamu ajar, kecuali sebagaimana yang berikan kepadaku. Ketahuilah bahwa pada dirimu ada dua sifat kebodohan, yaitu; Tertawa terbahak-bahak tanpa ada sebab yang mengherankan, dan tidur pagi tanpa bangun (shalat) malam."
Al-Faqih menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan garam bumi adalah para ulama, karena mereka orang-orang yang memperbaiki akhlak masyarakat menunjukkan masyarakat kepada jalan menuju akhirat. Apabila para ulama telah meninggalkan jalan yang menuju akhirat lalu siapa yang akan menunjukkan masyarakat ke jalan yang benar dan siapa yang akan diikuti oleh orang-orang yang bodoh. Sedangkan yang dimaksud dengan: "janganlah kamu memungut upah orang yang kamu ajar, kecuali sebagaimana yang kamu berikan kepadaku." adalah bahwa para ulama itu adalah pewaris para nabi, sedangkan para nabi itu mengajar masyarakat tanpa memungut upah apa pun. Perhatikan firman Allah Ta'ala:
"Katakanlah (Muhammad), “Aku tidak meminta kepadamu sesuatu imbalan pun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (QS. Asy-Syura, 42:23)
Pada ayat yang lain Allah berfirman:
"Imbalanku tidak lain hanyalah dari Allah." (QS. Yunus, 10:72)
Demikianlah, para ulama itu seyogyanya mengikuti jejak para nabi dan tidak meminta upah kepada orang-orang yang diajarnya.
Selanjutnya, tertawa terbahak-bahak makruh dan itu termasuk kebiasaan orang-orang yang bodoh. Sedangkan yang dimaksud tidur pagi tanpa bangun (shalat) malam, adalah tidur pada waktu pagi padahal malam harinya tidak bangun dan mengerjakan shalat malam, dan kebiasaan itu termasuk kebiasaan orang-orang yang dungu. Nabi saw bersabda:
"Tidur pada waktu pagi adalah kedunguan, tidur pada siang hari itu adalah bagus, dan tidur pada sore hari adalah suatu kebodohan."
Al-Faqih berkata: Al-Khalil bin Ahmad menceritakan kepada kami, Mani' menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Ghalib menceritakan kepada kami, Hisyam menceritakan kepada kami, Al-Kautsar bin Hakim menceritakan kepada kami dari Nafi' dari Ibnu Umar ra, di mana ia berkata: Pada suatu hari sewaktu Nabi saw keluar menuju masjid, orang-orang sedang berbincang-bincang dan tertawa terbahak-bahak, kemudian beliau berhenti dan mengucapkan salam kepada mereka, lalu bersabda:
"Perbanyaklah mengingat sesuatu yang menghilangkan kelezatan." Kami bertanya: "Apakah sesuatu yang menghilangkan kelezatan itu?" Beliau bersabda: "Mati." Kemudian beliau keluar dan di situ ada orang-orang yang sedang tertawa, beliau lalu bersabda: "Ingatlah, demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggamanNya, seandainya kamu mengetahui sebagaimana yang aku ketahui, niscaya kamu sedikit tertawa dan banyak menangis." Kemudian beliau keluar lagi, dan di situ ada orang-orang yang sedang ngobrol dan tertawa, beliau lantas mengucapkan salam kepada mereka dan bersabda: "Sesungguhnya Islam itu pada mulanya asing dan nanti kembali asing, maka beruntunglah bagi orang-orang yang asing nanti pada hari kiamat." Ada yang bertanya: "Siapakah orang-orang asing nanti pada hari kiamat?" Beliau bersabda: "Yaitu orang-orang yang apabila masyarakat berada dalam kerusakan, maka orang-orang itu berusaha untuk memperbaikinya."
Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Ishaq bin Manshur menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Ketika Nabi Khidhir as berpisah dengan Nabi Musa as, Nabi Musa as bertanya kepada Nabi Khidhir as: "Berilah aku nasehat." Nabi Khidhir lalu berkata: "Wahai Musa, janganlah kamu banyak bicara, janganlah kamu berjalan tanpa ada kepentingan, janganlah kamu tertawa tanpa ada sesuatu yang mengherankan, dan janganlah kamu menganggap heran atas kesalahan orang yang berbuat salah." Dalam riwayat yang lain di sebutkan: "Janganlah kamu mengatakan aib kepada orang-orang yang berbuat kesalahan atas kesalahan-kesalahan mereka, dan menangislah kamu atas dosa-dosamu wahai putra Maryam."
Ja'far bin 'Auf meriwayatkan dari Mas'ud dari 'Auf bin Abdullah, di mana ia berkata: Nabi saw itu tidak pernah menoleh, kecuali dengan seluruh muka. Dalam hadits ini bisa diambil kesimpulan bahwa tersenyum itu boleh, dan tertawa itu tidak boleh. Oleh karena itu, orang yang berakal sehat seyogyanya tidak tertawa, karena orang yang sedikit saja tertawa di dunia, maka nanti pada hari kiamat akan menangis, lalu bagaimana nanti keadaan orang yang banyak tertawa di dunia ini pada hari kiamat? Allah Ta'ala berfirman:
"Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan menangis yang banyak." (QS. At-Taubah, 9:82)
Maksudnya, mereka sedikit tertawa di dunia dan banyak menangi di akhirat.
Al-Hasan Al-Bashri berkata: "Sungguh mengherankan, seseorang dapat tertawa, padahal di belakangnya ada api neraka, dan sungguh mengherankan ada orang yang bersuka ria, padahal di belakangnya ada kematian."
Diceritakan bahwa ada seorang pemuda yang sedang tertawa lewat di depan Al-Hasan Al-Bashri, lalu ditanya: "Wahai anakku, apakah kamu sudah melewati titian yang berada di atas neraka?" Ia menjawab: "Belum." Al-Hasan berkata: "Lalu kenapa kamu tertawa?" Setelah peristiwa itu, si pemuda tadi tidak pernah tertawa lagi. Apa yang diucapkan oleh Al-Hasan itu sangat terkesan dalam hatinya, sehingga ia langsung taubat karenanya. Demikianlah nasehat para ulama waktu itu, karena apa yang mereka ucapkan sesuai dengan apa yang mereka lakukan, mereka mengamalkan ilmu dengan sebenar-benarnya, sehingga ilmu mereka itu bermanfaat, berbeda dengan ulama masa kini, di mana banyak di antara mereka yang tidak mengamalkan ilmu yang mereka miliki, sehingga itu tidak bermanfaat bagi orang lain.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya ia berkata: "Barang siapa yang tertawa ketika melakukan perbuatan dosa, maka nanti akan masuk neraka dengan menangis."
Ada yang mengatakan bahwa orang yang banyak tertawanya di dunia, maka banyak menangisnya di akhirat, dan orang yang banyak menangisnya di dunia, maka nanti banyak tertawanya di akhirat.
Yahya bin Mu'adz Ar-Razi berkata: Ada empat macam perbuatan yang tidak akan bisa menjadikan orang mukmin selalu tertawa dan merasa gembira, yaitu; Memikirkan akhirat, sibuk mencari keperluan hidup, merasa sedih atas dosa-dosanya, dan memikirkan musibah yang kemungkinan akan menimpa dirinya. Oleh karena itu, seyogyanya setiap muslim menyibukkan diri dengan keempat hal tersebut, agar bisa terhindar dari banyak tertawa, karena sesungguhnya banyak tertawa itu bukanlah perilaku orang yang beriman. Allah Ta'ala mencela orang-orang yang banyak tertawa, melalui firmanNya:
"Maka apakah kamu merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kamu tertawakan dan tidak menangis, sedang kamu lengah (darinya)." (QS. An-Najm, 53:59-61)
Allah Ta'ala memuji orang-orang yang suka menangis, melalui firmanNya:
"Dan mereka menyungkurkan wajah sambil menangis." (QS. Al-Isra', 17:109)
Setiap manusia seharusnya sedih dengan lima hal, yaitu:
- Merasa sedih terhadap dosa-dosa yang lampau, karena ia telah melakukan perbuatan-perbuatan dosa, tetapi tidak tahu apakah ia mendapat ampunan Allah. Oleh karenanya ia harus selalu berusaha untuk mendapatkan ampunan itu.
- Ia telah melakukan kebaikan-kebaikan, namun ia tidak tahu apakah kebaikan-kebaikan itu diterima oleh Allah.
- Ia Mengetahui perjalanan hidup yang telah dilaluinya, namun ia tidak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari.
- Ia mengetahui bahwa Allah mempunyai dua tempat, yakni surga dan neraka, namun ia tidak mengetahui ke tempat mana ia akan masuk.
- Ia mengetahui apakah Allah ridha kepadanya ataukah murka.
Siapa yang memikirkan kelima hal tersebut di atas, niscaya ia tidak akan bisa tertawa, dan siapa yang tidak menghiraukan kelima hal itu, niscaya nanti di akhirat ia akan menghadapi lima kesusahan, yaitu:
- Menyesal terhadap harta yang telah ia kumpulkan baik yang diperoleh dengan cara yang halal maupun haram, yang ia tinggalkan kepada ahli waris yang memusuhinya.
- Menyesal terhadap penundaan amal-amal kebaikan, di mana di dalam buku catatan amalnya ia melihat hanya sedikit amal kebaikannya, kemudian ia mohon izin untuk kembali ke dunia agar bisa mengerjakan amal baik, namun tidak mungkin diizinkan.
- Menyesal terhadap dosa-dosa di mana di dalam buku catatan amalnya ia melihat banyak sekali dosanya, kemudian ia mohon izin untuk kembali ke dunia agar bisa bertaubat, namun tidak mungkin diizinkan.
- Melihat begitu banyak orang yang menuntutnya, namun ia tidak bisa membayar, kecuali dengan amal-amal kebaikannya.
- Mendapatkan Allah murka kepadanya dan tidak ada jalan untuk memperoleh keridhaanNya.
Abu Dzar Al-Ghiffari ra meriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu sedikit tertawa banyak menangis. Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan keluar ke dataran tinggi, meraung-raung kepada Tuhanmu dan menangis. Dan seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu tidak akan bersuka ria dengan istri-istrimu dan tidak tenang di tempat tidurmu. Dan sungguh aku senang seandainya Allah menciptakan aku pada saat Dia menciptakan aku dijadikan pohon yang ditebang orang."
Yunus meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwasanya ia berkata: "Orang yang beriman kepada Allah Ta'ala setiap pagi dan sore selalu merasa sedih." Dan Al-Hasan Al-Bashri sendiri selalu murung seperti baru saja tertimpa musibah, dalam cerita yang lain dikatakan seperti baru saja mengubur ibunya.
Di dalam menafsirkan ayat:
"Kitab apakah ini, tidak ada yang tertinggal, yang kecil dan yang besar melainkan tercatat semuanya." (QS. Al-Kahfi, 18:49)
Al-Auza'i menyatakan bahwa yang dimaksud dengan yang kecil adalah tersenyum dan yang besar adalah tertawa, maksudnya ia menyatakan bahwa tertawa itu termasuk dosa besar.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Al-'Ash, bahwasanya ia berkata: "Seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu sedikit tertawa dan banyak menangis. Dan seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya salah seorang di antara kamu mengerjakan sujud, hingga tulang punggungnya putus dan akan menjerit, hingga habis suaranya. Oleh karena itu, menangislah kamu kepada Allah dan sekiranya tidak bisa menangis, maka berpura-puralah menangi."
Sufyan meriwayatkan dari Muhammad bin 'Ajlan tentang hadits yang berbunyi:
"Kelak pada hari kiamat setiap mata akan menangis, kecuali tiga jenis mata, yaitu; Mata yang menangis karena Allah Ta'ala, mata yang memejam dari apa-apa yang diharamkan oleh Allah, dan mata yang jaga malam dalam sabilillah."
Diriwayatkan dari Abu Hanifah, bahwasanya ia berkata: "Saya pernah tertawa satu kali dan saya sangat menyesali perbuatan itu, yakni ketika saya berdebat dengan 'Amr bin Ubaid Al-Qadari. Sewaktu saya merasa menang, saya tertawa, lantas ia berkata kepada saya; “Kamu membicarakan masalah ilmu dan kamu tertawa, maka saya tidak akan berkata-kata dengan kamu lagi.” Oleh karena itu, saya merasa sangat menyesal, karena seandainya saya tidak tertawa, niscaya ia akan mempertimbangkan pendapat saya dan akan membawa kebaikan bagi ilmu."
Diriwayatkan dari Muhammad bin Abdullah Al-'Abid, bahwasanya ia berkata: "Barang siapa yang meninggalkan pandangan yang tidak perlu, niscaya ia akan mendapatkan pertolongan untuk khusuk, barang siapa yang meninggalkan kesombongan, niscaya ia akan mendapatkan pertolongan untuk tawadhu', barang siapa yang meninggalkan pembicaraan yang tidak perlu, niscaya ia akan dmendapatkan pertolongan untuk bijaksana, barang siapa yang meninggalkan makanan yang berlebih-lebihan, niscaya ia akan mendapat pertolongan untuk manisnya ibadah, barang siapa yang meninggalkan senda-gurau, niscaya ia akan mendapat kewibawaan, barang siapa yang tidak rakus, niscaya ia akan dicintai, barang siapa yang tidak menyelidik, niscaya ia akan bisa memperbaiki aib dirinya sendiri, barang siapa yang meninggalkan keragu-raguan terhadap sifat-sifat Allah, niscaya ia akan mendapatkan pertolongan untuk selamat dari ragu-ragu dan nifak.
Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau menerangkan tentang firman Allah Ta'ala yang berbunyi:
“Yang di bawahnya tersimpan harta bagi mereka berdua.” (QS. Al-Kahfi, 18:82)
Di mana beliau bersabda:
"Di bawahnya ada papan (lembaran) dari emas yang di situ ada tulisan lima baris, yang pertama; “Saya heran pada orang yang yakin dengan adanya kematian, bagaimana ia dapat bergembira. Saya heran pada orang yang yakin dengan adanya neraka, bagaimana ia dapat tertawa. Saya heran pada orang yang yakin dengan adanya takdir, bagaimana ia bisa bersedih. Saya heran pada orang yang yakin dengan adanya kebinasaan dan perubahan dunia bagi yang memilikinya, bagaimana ia bisa tenang dengan dunia itu.” Dan yang kelima tertulis; “La ilaha illallah Muhammadur Rasulullah (tidak ada Tuhan kecuali Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah).”"
Tsabit Al-Bannani berkata: "Dikatakan bahwa tertawanya seorang mukmin, adalah karena lupa dari masalah akhirat. Seandainya ia tidak lupa, niscaya ia tidak akan tertawa.
Yahya bin Mu'adz Ar-Razi berkata: "Carilah kesenangan yang tidak ada kesusahan di dalamnya dengan bersusah-payah yang tidak ada kesenangan di dalamnya. Maksudnya bila kamu menginginkan untuk memperoleh surga, maka bersusah-payahlah kamu di dunia, dan janganlah kamu tertawa riang gembira agar kamu kelak mendapatkan kesenangan akhirat, yaitu kesenangan yang tidak ada kesusahan sedit pun di dalamnya.
Diriwayatkan bahwa ada tiga hal yang membuat hati menjadi keras, yaitu: Tertawa tanpa ada sesuatu yang menertawakan, makan sebelum lapar, dan berkata yang tidak ada gunanya.
Bahz bin Hakim meriwayatkan dari ayahnya dari kakeknya dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Celaka bagi orang yang berdusta agar dengan kedustaannya itu orang lain tertawa. Celakalah baginya, celakalah baginya."
Ibrahim An-Nakha'i berkata: "Sesungguhnya seseorang itu bisa jadi mengucapkan suatu perkataan agar orang lain tertawa, lalu ia mendapatkan murka dari Allah, kemudian kemurkaan Allah itu juga menimpa orang lain yang berada di sekitarnya. Dan bisa jadi seseorang itu mengucapkan suatu perkataan yang Allah ridha dengan perkataan itu lalu ia mendapatkan rahmat, kemudian rahmat itu menyebar kepada orang lain yang berada di sekitarnya."
Watsilah Al-Asqa' meriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Wahai Abu Hurairah, jadilah kamu orang yang wara' (menghindarkan dari hal-hal yang haram dan syubhat), niscaya kamu menjadi orang yang paling baik ibadahnya. Jadilah kamu orang yang qana'ah (menerima apa adanya), niscaya kamu menjadi orang yang paling bersyukur. Buatlah orang lain senang, sebagaimana kamu menyenangkan dirimu sendiri, niscaya kamu menjadi orang yang benar-benar mukmin. Perbaikilah ketetanggaan kepada tetanggamu, niscaya kamu menjadi orang yang benar-benar muslim. Sedikitlah tertawa, karena banyak tertawa itu bisa mematikan hati."
Malik bin Dinar meriwayatkan dari Al-Ahnaf bin Qais bahwasanya berkata: "Umar bin Al-Khaththab ra berkata kepadaku; “Barang siapa yang sedikit tertawa, maka ia berwibawa, barang siapa yang suka bersenda-gurau, maka ia akan diremehkan orang, barang siapa yang banyak berkata, maka ia banyak salahnya, barang siapa yang sedikit malunya, maka sedikit wara'nya (penjagaan diri dari hal-hal yang haram dan syubhat), barang siapa yang sedikit wara'nya, maka hatinya mati, barang siapa yang hatinya mati, maka neraka lebih pantas baginya.”"
Al-Faqih berkata: "Jauhilah tertawa" dengan terbahak-bahak, karena mengandung delapan bahaya:
- Para ulama yang berakal sehat akan mencela kamu.
- Orang-orang yang bodoh akan menjadi berani kepadamu.
- Jika kamu orang bodoh, maka kebodohanmu akan bertambah, dan bila kamu orang pandai, maka kepandaianmu akan berkurang, karena ada riwayat yang mengatakan bahwa apabila seseorang itu tertawa, maka ia telah memuntahkan ilmunya.
- Melupakan dosa-dosa yang lampau.
- Memberanikan berbuat dosa pada masa yang akan datang, karena bila kamu tertawa, maka hatimu menjadi keras.
- Melupakan mati dan urusan akhirat.
- Kamu menanggung dosa orang yang tertawa, karena kamu yang menyebabkan dia tertawa.
- Tertawa itu menyebabkan banyak menangis di akhirat.
Allah Ta'ala berfirman:
"Maka biarkanlah mereka tertawa sedikit dan menangis yang banyak, sebagai balasan terhadap apa yang selalu mereka perbuat."
Diriwayatkan dari Abu Dzarr bahwasanya di dalam menafsirkan ayat tersebut, dia berpendapat bahwa dunia itu sebentar, maka tertawalah di dunia sebanyak-banyaknya, maka nanti bila berada di akhirat ia akan menangis yang tiada henti-hentinya, dan itulah yang dimaksud dengan banyak menangis.