Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Isma'il bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Al-Ala' bin Abdur Rahman dari ayahnya dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw bertanya kepada sahabatnya:
"Tahukah kamu, apakah menggunjing itu?" Para sahabat menjawab: "Allah dan RasulNya lebih mengetahui." Beliau bersabda: "Apabila kamu menyebut saudaramu dengan apa yang tidak ia sukai, maka berarti kamu menggunjingnya." Lalu (beliau) ditanya: "Bagaimana pendapatmu jika pada diri seseorang itu terdapat apa yang saya katakan?" Beliau menjawab: "Jika padanya terdapat apa yang kamu katakan, maka berarti kamu menggunjing, dan jika padanya tidak terdapat yang kamu katakan, maka berarti kamu menuduh yang bukan-bukan."
Al-Faqih mengatakan bahwa diceritakan dari salah seorang yang terdahulu bahwa apabila kita mengucapkan: "Baju si Fulan itu pendek, atau bajunya itu panjang." Maka itu sudah termasuk menggunjing. Lantas bagaimana jika kita menyebutkan tentang keadaan dirinya?
Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Yahya bin Sulaim menceritakan kepada kami dari Salman Al-Qadli dari Muhammad bin Al-Fudlail Al-'Abid dari Ibnu Abi Najih, di mana ia berkata:
"Kami mendapatkan informasi bahwasanya ada seorang perempuan pendek masuk kepada Nabi saw. Setelah ia keluar, Aisyah ra berkata: "Alangkah pendeknya orang itu." Nabi saw lalu bersabda: "Kamu telah menggunjingnya." Aisyah berkata: "Aku tidak mengatakan kecuali yang sebenarnya ada padanya." Beliau bersabda: "Kamu telah menyebutkan apa yang paling jelek yang ada padanya."
Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami dari Ibrahim, Abdul Wahab bin Atha' dari Muhammad Al-Jammani dari Abu Harun Al-'Abdi dari Abu Said Al-Khudri ra, bahwasanya Nabi saw bersabda:
"Pada malam aku dinaikkan ke langit (malam Isra' dan Mi'raj) aku melewati suatu kaum yang dipotongkan daging pinggangnya, kemudian dimakankan kepadanya, lantas diucapkan kepada mereka; “Makanlah daging saudaramu yang dahulu kamu makan.” Aku bertanya; "Wahai Jibril, siapakah mereka itu?" Jibril menjawab; "Mereka itu adalah umatmu yang suka mengumpat lagi mencela." maksudnya orang-orang yang suka menggunjing."
Al-Faqih berkata: Aku mendengar ayahku bercerita:
"Nabi saw berada di rumah, sementara sahabat-sahabat ahli shuffah berada di masjid, dan Zaid bin Tsabit menceritakan kepada mereka hadits-hadits yang dia dengar dari Nabi saw (saat itu) Nabi saw mendapat kiriman daging, lantas mereka berkata kepada Zaid bin Tsabit; “Masuklah ke rumah Nabi saw dan katakan bahwa kami sudah selian lama tidak makan daging, supaya beliau mengirim sebagian dari daging itu kepada kami.” Ketika Zaid bin Tsabit bangkit dari tengah-tengah mereka, mereka mengatakan tentang apa yang mereka ingin katakan yaitu; "Zaid bertemu dengan Nabi saw seperti halnya kami bertemu dengan beliau (maksudnya tidak ada yang lebih pada diri Zaid), tetapi kenapa dia duduk dan mengajarkan hadits kepada kami?" Ketika Zaid masuk kepada Nabi saw dan menyampaikan pesan (dari ahli shuffah) itu, Nabi saw bersabda (kepada Zaid); “Katakan kepada mereka (bahwa) saat ini mereka sedang makan daging.” Maka Zaid kembali kepada mereka dan memberitahukan hal itu, mereka lalu berkata; “Demi Allah, sudah sekian lama kami tidak makan daging.” Zaid kembali kepada beliau dan memberitahukan hal itu kepada beliau, di mana beliau bersabda; “Mereka saat ini sedang makan (daging).” Zaid pun kembali lagi dan memberitahukan hal itu kepada mereka. Mereka lantas bangkit dan masuk ke rumah Nabi saw, lalu beliau bersabda kepada mereka; “Kamu baru saja makan daging saudaramu, dan bekas daging itu masih berada di gigi-gigimu itu, maka berludahlah kamu supaya kamu dapat melihat merahnya daging itu.” Kemudian mereka meludah darah, lalu mereka bertaubat, mohon ampun dari perbuatannya itu dan minta maaf kepada zaid."
Jabir bin Abdullah ra meriwayatkan, di mana ia berkata: Pada masa Nabi saw, ada bau busuk yang terbawa angin, kemudian beliau bersabda:
"Sesungguhnya ada orang-orang munafik yang menggunjing orang-orang muslim, oleh karena itu bertiuplah angin yang berbau busuk ini."
Ketika ditanyakan kepada salah seorang ahli hukuma: "Apakah sebabnya bahwa bau busuknya menggunjing pada masa Rasul Allah saw tercium dengan jelas, tetapi saat ini tidak tercium?" Dia menjawab: "Karena begitu banyaknya menggunjing pada saat ini, sehingga hidung kita tidak bisa lagi mencium bau busuknya menggunjing, seperti halnya orang yang pertama kali masuk ke tempat tukang masak, maka ia tidak bisa tahan lama kar ena tajamnya bau itu kepada hidungnya, namun bagi tukang masak sendiri dapat makan dan minum di situ, tidak merasakan bau apa-apa, karena hidung mereka sudah penuh dengan bau itu. Demikian juga dengan masalah menggunjing yang saat ini sudah merajalela."
Asbath meriwayatkan dari As-Suddi, di mana ia berkata:
"Salman Al-Farisi beserta orang-orang termasuk Umar ra berada dalam bepergian, kemudian mereka berhenti dan mendirikan tenda serta mempersiapkan makanan, sedangkan Salman tidur, lalu sementara orang berkata: “Apa maksud orang ini, kecuali datang ke tenda yang telah didirikan dan makanan yang telah masak?” Kemudian setelah itu mereka berkata kepada Salman: “Pergilah kepada Nabi saw lalu mintakan lauk pauk kepada beliau.” Salman lantas pergi kepada Nabi saw dan menyampaikan hal itu, kemudian Nabi saw bersabda; “Beritahukanlah kepada mereka bahwasanya mereka sudah makan lauk pauk.” Maka Salman pun memberitahukan hal itu kepada mereka. Mereka berkata; “Sama sekali kami belum makan.” (Salman berkata); “Nabi saw tidak mungkin bohong kepada kamu, maka datanglah kepada beliau.” Kemudian Nabi saw bersabda kepada mereka; “Kamu telah memakan lauk pauk dari saudaramu, ketika kamu mengatakan apa yang kamu katakan sewaktu saudaramu (Salman) sedang tidur.” Kemudian beliau membacakan kepada mereka ayat; “Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik.” (Qs. Al-Hujurat, 49:12)
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra mengenai turunnya ayat di atas, di mana ia menjelaskan: Ayat ini turun berkenaan dengan dua orang sahabat Nabi saw, di mana waktu itu beliau mengatur bahwa dalam bepergian, setiap dua orang yang kaya dititipi satu orang sahabat yang miskin agar dia bisa makan dan membantu segala keperluan keduanya. Salman diikutsertakan pada kedua temannya, dan pada hari itu Salman tidak membantu sedikit pun kedua temannya itu, lantas keduanya berkata kepada Salman: "Pergilah kepada Nabi saw dan mintakan kepada beliau lauk-pauk." Kemudian ia pergi, dan sewaktu ia sedang pergi, salah seorang di antara keduanya berkata kepada temannya: "Seandainya ia pergi ke sumur, niscaya air sumur itu akan berkurang." Ketika sampai kepada Nabi saw, Salman menyampaikan pesan kedua temannya, lalu Nabi saw bersabda: "Katakan kepada kedua temanmu itu, bahwa keduanya telah memakan lauk-pauk." Salman lantas kembali kepada kedua temannya dan memberitahukan hal itu. Keduanya lantas datang kepada Nabi saw dan berkata: "Kami tidak memakan lauk-pauk apa pun." Beliau bersabda: "Aku melihat merahnya daging pada mulut kalian." Kedua orang itu berkata: "Kami tidak mempunyai lauk-pauk apa pun dan kami tidak makan daging hari ini." Kemudian beliau bersabda: "Sesungguhnya kamu baru saja menggunjing saudaramu." Beliau lantas bertanya: "Sukakah kamu makan daging saudaramu?" Keduanya menjawab: "Tidak." Beliau bersabda kepada keduanya: "Bila kamu tidak suka makan daging saudaramu, maka janganlah kamu menggunjing, karena seseorang yang menggunjing saudaranya itu berarti ia makan daging saudaranya." Kemudian turunlah ayat:
"Dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebaian yang lain." (QS. Al-Hujurat, 49:12)
Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, bahwasanya ada seseorang yang berkata: "Sesungguhnya si Fulan telah menggunjing kamu." Kemudian ia mengirimkan seonggok anggur basah kepada orang yang menggunjingnya seraya berkata: "Aku mendengar bahwa kamu memberikan kebaikanmu kepadaku, maka aku bermaksud untuk membalasnya, namun aku tidak bisa membalas hal yang serupa, maka aku hanya bisa memberikan anggur ini."
Diceritakan dari Ibrahim bin Adham, bahwasanya ia mengundang orang-orang untuk pesta. Setelah mereka duduk di depan hidangan yang disediakan, mereka menggunjing seseorang. Ibrahim lantas berkata: "Orang-orang sebelum kita biasanya makan roti dulu sebelum makan daging, tetapi kamu sekalian makan daging dulu sebelum makan roti."
Diceritakan dari Abu Umamah Al-Bahili, bahwasanya ia berkata: "Kelak pada hari kiamat, ada seseorang yang diberi catatan amalnya, lantas ia melihat bahwa di situ ditulis banyak kebaikan yang ia tidak mengerjakannya. Ia lantas bertanya kepada Allah: "Wahai Tuhanku, dari mana amal-amal kebaikan ini?" Allah menjawab: "Ini adalah akibat dari gunjingan orang padahal kamu sendiri tidak merasakan."
Diceritakan dari Ibrahim bin Adham, bahwasanya ia berkata: "Wahai orang yang suka berdusta, kamu kikir dengan kekayaanmu terhadap teman-temanmu, tetapi tidak kikir (loman) dengan akhiratmu terhadap musuh-musuhmu. Kamu tidak akan beruntung dengan kekikiranmu dan juga tidak akan terpuji karena ketidak-kikiranmu itu."
Diriwayatkan dari salah seorang hukuma, bahwasanya ia berkata: "Megunjing itu adalah makanan kecil bagi para qari', jamuan orang-orang fasik, kesenangan orang-orang perempuan, lauk-pauk anjing-anjing manusia, dan tempat pembuangan bagi orang-orang yang bertakwa."
Anas bin Malik ra meriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Ada empat macam perbuatan yang membatalkan puasa dan wudhu dan merusak (menghapus pahala) amal, yaitu: menggunjing, dusta, mengadu domba, dan melihat keindahan wanita yang tidak halal baginya untuk melihatnya. Keempat hal itu menyuburkan bibit-bibit kejahatan sebagaimana air menyuburkan bibit-bibit tanaman, dan meminum minuman keras itu melebihi dosa-dosa itu."
Ka'bul Akhbar berkata: "Aku membaca pada kitab nabi-nabi terdahulu bahwasanya siapa yang mati baru saja taubat dari menggunjing, maka ia adalah orang yang paling akhir masuk surga, dan siapa yang menggunjing dan tidak bertaubat sampai mati, maka ia adalah orang yang pertama kali masuk neraka."
Diriwayatkan dari Isa bin Maryam, bahwasanya ia bertanya kepada sahabatnya: "Bagaimana pendapatmu, seandainya kamu melihat ada orang yang sedang tidur lalu auratnya terbuka, karena ada angin yang meniupnya, apakah kamu akan menutupinya?" Para sahabatnya menjawab: "Tentu, kami akan menutupinya." Beliau bersabda: "Tetapi kamu justru akan membuka bagian yang belum terbuka." Mereka menjawab: "Subhanallah, bagaimana mungkin kami akan membuka bagian yang belum terbuka?" Beliau bersabda: "Bukankah seandainya ada seseorang menyebutkan tentang kejelekan orang lain, maka kamu akan membukakan aibnya yang lain?"
Khalid Ar-Rab'i berkata: "Sewaktu saya masuk ke masjid jami ada sekelompok orang yang sedang membicarakan kejelekan orang lain, lalu saya melarang mereka, dan mereka pun berhenti. Tidak lama kemudian, mereka membicarakan kesalahan orang yang lain lagi, dan saya ikut terlibat dalam pembicaraan itu. Malam harinya saya mimpi seolah-olah ada seorang hitam tinggi mendatangi saya dengan membawa pinggan yang berisi daging babi seraya berkata: "Makanlah daging ini." Saya menjawab: "Demi Allah, saya tidak akan makan daging babi." Ia lantas membentak dengan sekeras-kerasnya seraya berkata: "Kamu telah makan daging yang lebih jelek daripada daging babi ini." Ia lalu memasukkan tangannya ke mulut saya untuk memaksa saya makan daging babi itu, sampai saya terbangun dari tidur. Demi Allah, sampai tiga puluh sampai empat puluh hari, setiap saya makan masih terasa rasa dan bau busuknya daging babi itu dalam mulut."
Sufyan bin Al-Husain berkata: Aku duduk bersama Iyas bin Mu'awiyah, lalu ada seseorang berjalan, lantas aku menyebutkan kejelekannya. Iyas berkata kepadaku: "Diam." lalu bertanya: "Apakah kamu pernah memerangi Romawi?" Aku menjawab: "Tidak." Ia berkata: "Romawi dan Turki selamat dari gangguanmu, namun saudaramu yang muslim tidak selamat dari gangguanmu." Sufyan lalu menyatakan bahwa setelah itu ia tidak pernah lagi menyebut-nyebut kejelekan orang lain.
Diriwayatkan dari Hatim Az-Zahiq, di mana ia berkata: "Ada tiga hal yang jika berada dalam suatu majlis, maka rahmat akan berpaling dari mereka, yaitu:
- Menyebut-nyebut masalah kekayaan dunia,
- Tertawa terbahak-bahak, dan
- Membicarakan kejelekan orang lain.
Yahya bin Mu'adz Ar-Razi berkata: Agar kamu mendapatkan bagian orang yang beriman, maka hendaklah ada tiga perilaku yang harus kamu kerjakan supaya kamu termasuk kelompok orang yang baik, yaitu:
- Jika kamu tidak memberi manfaat kepada seseorang, maka janganlah kamu merugikannya,
- Jika kamu tidak dapat menyenangkan orang lain, maka janganlah kamu menyusahkannya,
- Jika tidak dapat memuji seseorang, maka janganlah kamu mencelanya.
Diriwayatkan dari Mujahid, bahwasanya ia berkata: "Sesungguhnya bagi setiap manusia ada malaikat yang selalu menyertainya. Apabila ia menyebutkan kebaikan orang lain, maka malaikat itu berkata kepadanya; “Bagimu seperti apa yang kamu sebutkan.” Dan bila ia menyebut kejelekan orang lain, maka malaikat itu berkata kepadanya; “Wahai anak Adam, kamu membukakan aibnya yang selama ini tertutup. Lihatlah dirimu sendiri dan pujilah Allah yang telah menutupi aibmu.”"
Diriwayatkan darh Ibrahim bin Adham, bahwasanya ia diundang ke suatu jamuan makan dan ketika ia duduk, orang-orang yang berada di situ berkata: "Si Fulan belum datang." Ada salah seorang di antara mereka menyahut: "Ia payah." Ibrahim lalu berkata: "Hal semacam inilah yang menjadikan perutku sakit, di mana kamu sedang menghadap makanan, kamu menggunjing seorang muslim." Kemudian Ibrahim pergi dan tidak bisa makan sampai tiga hari.
Seorang hukuma berkata: Jika kamu tidak mam pu mengerjakan tiga hal, maka janganlah kamu melakukan tiga hal, yaitu:
- Jika kamu tidak dapat berbuat baik, maka janganlah kamu berbuat jelek.
- Jika kamu tidak dapat melakukan yang bermanfaat bagi orang lain, maka janganlah kamu melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
- Jika kamu tidak dapat berpuasa, maka janganlah makan daging manusia.
Diriwayatkan dari Wahb Al-Makki, bahwasanya ia berkata: "Jika aku dapat meninggalkan menggunjing, maka itu lebih baik bagiku daripada mendapat dunia seisinya sejak diciptakan sampai rusak lalu aku gunakan untuk sabilillah. Jika aku dapat menahan mataku dari apa yang diharamkan oleh Allah, maka itu lebih baik bagiku daripada mendapatkan dunia seisinya sejak diciptakan sampai rusak lalu aku gunakan untuk sabilillah. Kemudian ia membaca ayat;
“Dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain.” (QS. Al-Hujurat, 49:12)
Dan ayat:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya.” (QS. An-Nur, 24:30)"
Al-Faqih berkata: "Orang-orang membicarakan mengenai taubat orang yang menggunjing, apakah sah (diterima) tanpa minta maaf atau dihalalkan dari orang yang digunjingnya? Sebagian di antara mereka mengatakan bahwa taubat itu tidak sah sebelum minta maaf (dihalalkan) dari orang yang bersangkutan. Menurut pendapat kami, dalam masalah ini ada dua hal, yaitu bila apa yang pernah digunjingkan telah sampai pada orang yang bersangkutan, maka taubat orang yang menggunjing itu harus disertai dengan permintaan maaf atau minta dihalalkan dari orang yang digunjing, sedangkan bila apa yang digunjingkan itu tidak sampai pada orang yang bersangkutan, maka cukup mohon ampun kepada Allah Ta'ala dan berjanji di dalam hati, bahwa ia tidak akan mengulanginya lagi."
Diriwayatkan bahwa ada seseorang datang kepada Ibnu Sirin lantas berkata: "Saya pernah menggunjing kamu, maka maafkanlah atau halalkanlah saya." Kemudian Ibnu Sirin berkata: "Bagaimana saya menghalalkan apa yang diharamkan oleh Allah?" Seolah-olah ia mengisyaratkan agar orang itu mohon ampun dan bertaubat kepada Allah Ta'ala di samping minta halal (maaf) kepada orang yang digunjing. Apabila gunjingan itu belum didengar oleh orang yang digunjing, maka cukup mohon ampun dan bertaubat kepada Allah Ta'ala dan tidak usah memberitahu kepada yang digunjing, agar hatinya tidak gelisah.
Apabila seseorang mengucapkan suatu kebohongan, gunjingan yang tidak ada buktinya, maka dalam taubatnya memerlukan adanya tiga persyaratan, yaitu:
- Ia harus datang kembali kepada orang-orang yang diberitahu tentang kebohongan itu, lalu mengatakan; "Saya telah menceritakan kepada kamu sekalian mengenai Fulan dengan begini dan begitu. Perlu kamu ketahui bahwa sesungguhnya apa yang saya katakan itu tidak benar, atau dengan kata lain saya telah membuat kebohongan dalam hal itu."
- Ia datang kepada orang yang digunjing itu untuk minta maaf atau minta halal daripadanya.
- Mohon ampun dan bertaubat kepada Allah Ta'ala, karena sesungguhnya menggunjing yang tanpa bukti itu adalah suatu perbuatan dosa besar.
Perlu diketahui bahwa dosa-dosa yang lain hanya memerlukan satu kali taubat saja, namun dalam gunjingan yang tidak ada buktinya itu memerlukan tiga persyaratan seperti tersebut di atas. Allah bahkan menggandengkan masalah gunjingan yang tiada bukti ini dengan kekufuran, sebagaimana firmanNya;
"Maka jauhilah (penyembahan) berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan dusta." (QS. Al-Hajj, 22:30)
Gunjingan itu tidak dianggap, kecuali bila disebutkan orang yang telah diketahui, atau orang tertentu, sehingga seandainya seseorang mengatakan penduduk negeri itu bakhil atau bangsa yang jelek, maka ucapan itu tidak termasuk gunjingan karena di negeri itu ada orang yang baik dan orang yang jahat. Namun demikian alangkah baiknya seseorang tidak mengucapkan perkataan semacam itu.
Diceritakan bahwa ada orang yang zahid membelikan kapuk untuk istrinya, lalu istrinya berkata: "Sesungguhnya penjual-penjual kapuk itu adalah orang-orang yang jahat, di mana mereka pernah mengkhianati kamu dalam masalah kapuk ini." Kemudian si zahid tadi menceraikan istrinya, lalu ditanya kenapa ia berbuat seperti itu. Si zahid tadi menjawab: "Sesungguhnya aku ini laki-laki yang sangat cemburu, saya khawatir nanti pada hari kiamat penjual-penjual kapuk itu menuntut istriku, di mana mereka akan berkata; “Sesungguhnya istri Fulan itu dituntut oleh penjual-penjual kapuk.” Oleh karena itulah, aku menceraikan istriku itu."
Ada tiga gunjingan yang tidak dianggap yaitu: mengunjing penguasa yang jahat, orang fasik yang suka berbuat maksiat di depan umum, dan orang yang melakukan bid'ah bila yang disebutkan itu perbuatan dan madzhabnya. Bila yang disebutkan cacat tubuhnya, maka itu termasuk menggunjing, namun bila yang disebutkan itu perbuatan atau madzhabnya yang memang menyimpang dari ajaran Islam, maka yang demikian itu tidak ada masalah dengan maksud agar orang-orang lain menjauhi perbuatan bid'ah yang dimaksud.
Menggunjing itu bisa berupa empat macam, yaitu:
(1). Perbuatan kufur,
(2). Perbuatan nifak,
(3). Perbuatan maksiat,
(4). Perbuatan mubah yang justru mendatangkan pahala.
Mengunjing yang merupakan perbuatan kufur, adalah apabila ada seseorang menggunjing saudaranya yang sesama muslim, lalu diperingatkan: "Janganlah kamu menggunjing." tetapi ia malah menjawab: "Ini bukan menggunjing, saya berkata apa adanya." Sikap yang semacam ini berarti ia menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah Ta'ala, dan barang siapa menghalalkan apa yang diharamkan olehNya, maka ia menjadi kafir. Na'uzubillah.
Menggunjing yang merupakan perbuatan yang nifak adalah apabila seseorang menggunjing orang lain tanpa menyebutkan namanya di hadapan lawan bicara yang sebenarnya yang diajak bicara itu mengetahui siapa yang dimaksud, dengan merasa bahwa diri orang yang menggunjing baik dan bersih. Sikap yang semacam ini menyebabkan ia menjadi orang yang munafik.
Menggunjing yang merupakan perbuatan maksiat, adalah apabila seseorang menggunjing orang lain dengan menyebutkan namanya, dan memang orang yang digunjing itu mengerjakan maksiat seperti apa yang dikatakan. Perbuatan semacam itu termasuk perbuatan maksiat, dan orang yang menggunjing itu harus segera bertaubat.
Menggunjing yang merupakan perbuatan mubah yang justru mendatangkan pahala adalah menggunjing orang fasik atau orang yang mengerjakan bid'ah yang perbuatannya diketahui umum dengan maksud agar perbuatan maksiat atau bid'ahnya itu dijauhi orang banyak. Hal ini berdasarkan pada suatu hadits, di mana Rasulullah saw bersabda:
"Sebutkanlah apa yang dikerjakan oleh orang jahat agar orang-orang menjauhinya."
Al-Faqih mengatakan bahwa ayahnya menceritakan kepadanya bahwa para nabi yang tidak menjadi rasul itu ada yana menerima wahyu dalam impian, dan ada yang menerima wahyu hanya dengan mendengar suara tanpa melihat suatu apa pun. Ada seorang nabi yang pada suatu malam bermimpi, di mana diperintahkan kepadanya: "Besok pagi, apa yang kamu jumpai pertama kali maka makanlah, yang kedua kali sembunyikanlah, yang ketiga kali terimalah (lindungilah), yang keempat kali, janganlah kamu memutuskan harapan, dan yang kelima kali, larilah daripadanya." Keesokan harinya, yang pertama kali ia jumpai adalah bukit hitam besar. Ia berhenti dan bingung, seraya berkata: "Aku diperintahkan Tuhanku untuk makan gunung ini." Ia kemudian berkata lagi: "Tuhanku tidak mungkin menyuruh aku sesuatu yang tidak akan mampu untuk mengerjakannya." Namun demikian ia bermaksud untuk memakannya, lalu mendekat ke gunung itu untuk memakannya. Ketika sudah dekat, gunung itu menjadi kecil, dan setelah di depannya, ia dapati gunung itu hanya sebesar satu suap dan rasanya lebih manis dari madu. Maka ia pun memakannya dan memuji kepada Allah Ta'ala. Ia melanjutkan perjalanan, lantas menjumpai bejana dari emas, dan ia teringat bahwa ia harus menyembunyikannya. Ia lalu menggali sumur dan memasukkan bejana itu ke dalamnya, dan ia meninggalkan tempat itu, ketika ia menoleh ke belakang, ia melihat bejana itu muncul lagi ke permukaan, maka ia kembali dan memasukkan kembali bejana itu ke dalam sumur, namun ketika meninggalkan dan menoleh lagi, ternyata bejana itu muncul lagi, kemudian ia berkata: "Aku telah melaksanakan apa yang diperintahkan kepadaku." Ia lalu pergi meninggalkan tetpat itu, dan kemudian ia menjumpai seekor burung yang sedang dikejar oleh elang, dan burung itu berkata: "Wahai nabi Allah, tolonglah aku." Maka nabi pun menangkap burung itu dan dimasukkan ke dalam saku bajunya. Lalu elang itu datang dan berkata: "Wahai nabi Allah, saya lapar dan saya sudah mencari mangsa sejak pagi, dan saya bermaksud untuk menangkap burung itu, maka janganlah engkau memutuskan harapanku untuk memperoleh rezeki." Nabi teringat bahwa ia diperintahkan untuk melindungi apa yang dijumpai pada kesempatan yang ketiga (yakni burung), dan diperintahkan untuk tidak memutuskan harapan apa yang dijumpai pada kesempatan yang keempat (yakni elang). Ia bingung sejenak untuk menentukan sikap yang harus ia kerjakan. Kemudian ia mengambil pisau dan memotong sedikit daging pahanya sendiri lalu diberikan kepada elang, maka elang itu terbang meninggalkannya, lantas ia melepaskan burung tadi. Ia melanjutkan perjalanan, lalu melihat bangkai yang berbau busuk, maka ia lari daripadanya. Malam harinya, ia berdoa: "Wahai Tuhanku, aku telah mengerjakan apa yang Engkau perintahkan kepadaku, maka jelaskanlah kepadaku semua hal yang aku alami tadi." Ia lalu tidur, dan di dalam tidurnya ia bermimpi, di mana dikatakan kepadanya: "Yang pertama, di mana kamu memakannya adalah marah, yang pada mulanya kelihatan besar seperti gunung, namun pada akhirnya bila kamu sabar dan menahan amarahnya, maka akan lebih manis daripada madu. Yang kedua adalah amal shalih, yang malaupun ia menyembunyikannya, ia akan selalu nampak. Yang ketiga adalah bila ada orang yang memberikan amanah kepadamu, maka terimalah (peliharalah), janganlah kamu mengkhianatinya. Yang keempat adalah bila ada orang yang meminta sesuatu kepadamu, maka usahakan dengan sungguh-sungguh untuk memenuhinya, meskipun kamu sendiri membutuhkannya. Yang kelima adalah gunjingan, maka larilah kamu dari orang-orang yang menggunjing orang lain."
Wallahu a'lam.