Quantcast
Channel: MENTARI SENJA
Viewing all articles
Browse latest Browse all 238

KEUTAMAAN MENUNTUT ILMU

$
0
0

Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Abul Hasan Ali bin Muhammad Al-Wiraq menceritakan kepada kami, Khasynam bin Isma'il bin Abu Bakr Ash-Shufi menceritakan kepada kami dari Abdullah bin Dawud dari Ashim bin Raja, dari Dawud bin Jamil dari Katsir bin Qais, di mana ia berkata: Saya duduk bersama-sama dengan Abu Darda ra di masjid Damaskus, lalu ada seseorang datang kepadanya seraya berkata: "Wahai Abu Darda', saya datang dari Madinah karena mendengar bahwa kamu meriwayatkan suatu hadits dari Rasulullah saw." Abu Darda' bertanya kepadanya: "Benarkah kamu datang ke sini hanya karena ingin mengetahui hadits, bukan karena berniaga atau keperluan lain?" Ia menjawab: "Saya datang ke sini khusus ingin mengetahui hadits." Abu Darda' berkata: "Saya mendengar Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang melalui suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya salah satu jalan di antara jalan-jalan surga. Sesungguhnya malaikat membentangkan sayapnya bagi orang yang menuntut ilmu, karena ridha dengan apa yang dilakukannya. Sesungguhnya orang yang alim itu dimintakan ampun oleh semua yang ada di langit dan di bumi dan ikan-ikan di tengah lautan. Sesungguhnya kelebihan orang yang alim atas orang yang beribadah (yang tidak alim) adalah seperti kelebihan bulan purnama atas bintang-bintang yang lain. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi, dan sesungguhnya para nabi itu tidak mewariskan dirham dan dinar, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Oleh karena itu, siapa yang menuntut ilmu, maka berarti ia menuntut bagian yang sangat banyak.”"

Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin Syarik menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Abdullah menceritakan kepada kami dari Ja'far bin Auf dari Abul Amis dari Al-Qasim, di mana ia berkata:
"Abdullah bin Mas'ud ra berkata; “Ada dua macam kerakusan yang tidak membosankan, yaitu; menuntut ilmu dan mengumpulkan harta, akan tetapi keduanya tidak sama. Orang yang menuntut ilmu semakin mendapatkan ridha Allah, sedangkan orang yang mengumpulkan harta semakin bertambah kesesatannya.” Kemudian ia membaca ayat;
“Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepadaNya hanyalah para ulama.” (QS. Fatir, 35:28)
Kemudian ia melanjutkan ayat yang berbunyi;
“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.”" (QS. Al-'Alaq, 96:6-7)

Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Ali bin Muhammad Al-Wiraq menceritakan kepada kami, Al-Fudlail bin Muhammad menceritakan kepada kami, Abdullah bin Shalih Al-Mishri menceritakan kepada kami dari Mu'awiyah bin Shalih bin Abu Ubaid dari Muhammad bin Sirin, di mana ia berkata:
"Sewaktu saya masuk ke masjid Bashrah, Al-Aswad bin Sari' sedang memimpin dzikir, lalu di sudut lain ada seorang ahli fiqih yang sedang menyampaikan pengajian. Saya mengerjakan shalat, dan setelah selesai shalat, saya berkata dalam hati; “Jika saya bergabung dengan Al-Aswad untuk berdzikir bila diterima, maka saya mendapatkan curahan rahmat bersama mereka, dan jika saya bergabung dengan ahli fiqih untuk mengikuti pengajiannya, maka ilmu saya akan bisa bertambah dan saya bisa mengamalkannya. Saya bingung untuk menentukan pilihan, akhirnya saya tidak bergabung ke salah satu majlis itu. Malam harinya saya bermimpi didatangi oleh seseorang yang mengatakan; “Seandainya tadi kamu bergabung dengan ahli fiqih yang sedang menyampaikan pengajiannya, niscaya kamu akan mendapatkan Jibril duduk di sana.”"

Al-Faqih berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, di mana ia berkata: Abdur Rahman bin Yahya menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ar-Rabi' menceritakan kepada kami, Dawud bin Sulaiman menceritakan kepada kami dari Ja'far bin Muhammad dari seseorang yang mendengarnya dari Tsabit dari Anas bin Malik ra, di mana ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
"Siapa yang ingin melihat orang-orang yang dibebaskan oleh Allah dari neraka, maka lihatlah orang-orang yang belajar. Demi Dzat yang jiwa Muhammad berada dalam genggamanNya, tidak ada orang yang belajar yang hilir mudik ke pintu orang yang alim, melainkan Allah mencatat baginya setiap huruf dan setiap langkah dengan ibadah satu tahun, dan untuk setiap langkah dibangunkan baginya sebuah kota di surga. (Bila) ia berjalan di muka bumi, maka bumi itu memohonkan ampun baginya, dan para malaikat menyaksikan orang yang belajar itu seraya berkata; “Mereka itu adalah orang-orang yang dibebaskan oleh Allah dari neraka.”"

Dari Abu Darda', bahwasanya ia berkata:
"Jika saya bisa mempelajari satu masalah, maka itu lebih baik daripada aku shalat semalam suntuk."

Al-Faqih berkata: Saya mendengar Abu Ja'far meriwayatkan suatu hadits dengan sanad seperti tersebut di atas, bahwa yang satu majlis orang-orang yang berdzikir dan yang lain majlis orang-orang yang mempelajari ilmu fiqih dan berdoa kepada Allah, kemudian beliau bersabda:
"Kedua majlis itu baik, dan yang satu lebih utama daripada yang lain. Majlis yang berdzikir itu berdoa kepada Allah, maka terserah Allah apakah mau mengabulkan mereka atau tidak mengabulkannya. Sedangkan majlis yang mempelajari ilmu itu, mereka belajar dan mengajari orang yang belum tahu. Sesungguhnya aku diutus sebagai guru, maka mereka itu lebih utama. Kemudian beliau duduk bersama-sama dengan mereka."

Dari Ibnu Mas'ud ra, bahwasanya ia berkata:
"Kamu kini berada dalam suatu masa, di mana beramal itu lebih baik daripada menuntut ilmu, dan nanti akan datang suatu masa, di mana menuntut ilmu itu lebih baik daripada beramal."

Said bin Al-Musayyab meriwayatkan dari Sa'id Al-Khudri ra, dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Amal yang paling utama di muka bumi ada tiga, yaitu; menuntut ilmu, jihad dan kasab, karena orang yang menuntut ilmu adalah kekasih Allah, orang yang berperang adalah wali Allah dan orang yang kasab adalah kepercayaan Allah."

Aban meriwayatkan dari Anas bin Malik ra, dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Barang siapa yang Menuntut ilmu bukan karena Allah, maka ia tidak akan keluar dari dunia sehingga ilmu itu datang kepadanya (memaksa) agar menuntut ilmunya itu karena Allah. Barang siapa yang menuntut ilmu karena Allah, maka ia seperti orang yang berpuasa pada siang dan bangun (untuk beribadah) pada malam hari. Dan sesungguhnya satu bab ilmu yang dipelajari oleh seseorang itu lebih baik daripada ia mempunyai emas sebesar bukit Abu Qubais, lalu ia menginfakkannya pada jalan Allah Ta'ala."

Ada seseorang yang bertanya kepada Abdullah bin Al-Mubarak: "Sampai kapan sebaiknya seseorang itu menuntut ilmu?" Abdullah menjawab: "Selama kebodohan masih ada pada dirinya, maka lebih baik baginya untuk tetap belajar."

Diceritakan dari Ibnul Mubarak, bahwasanya ketika menjelang mati ada seseorang yang mencatat ilmu daripadanya. Kemudian orang itu ditanya: "Dalan keadaan seperti ini kamu masih mencatat ilmu daripadanya." Orang itu menjawab: "Barangkali ada kalimat yang bermanfaat bagiku yang belum sempat aku tulis sampai saat ini."

Dari Mu'adz bin Jabal ra, di mana ia berkata:
"Pelajarilah ilmu karena mempelajarinya adalah kebaikan, mencarinya adalah ibadah, mengingat-ingatnya adalah tasbih, memperdalaminya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang belum mengerti adalah taqqarub. Ingatlah bahwa ilmu adalah sarana untuk mencapai tempat di surga. Ilmu adalah sebagai teman di waktu sepi, kawan dalam pengasingan, penunjuk jalan kesenangan, penolong dalam kesulitan, hiasan di tengah-tengah kawan, dan senjata dalam menghadapi musuh. Allah mengangkat derajat suatu bangsa karena ilmu, sehingga mereka menjadi pemuka yang dianut dan diikuti jejak langkahnya. Malaikat suka berkawan dengan mereka, mengusap-usap mereka dengan sayapnya dan didoakan oleh semua benda yang basah dan yang kering, ikan-ikan di laut, serangga, binatang buas di darat maupun di laut, karena ilmu itu dapat menghidupkan hati dari kebodohan, pelita dari kegelapan, kekuatan dari segala kelemahan, sarana untuk mencapai derajat orang-orang yang baik, sewaktu hidup di dunia maupun di akhirat. Memikirkan tentang ilmu itu sebanding dengan puasa, mengkajinya sebanding dengan ibadah di waktu malam hari. Dan dengan ilmu dapat diketahui yang halal dari yang haram. Ilmu merupakan pemimpin dan amal adalah pengikutnya. Ilmu itu hanya diberikan kepada orang-orang yang beruntung dan tidak akan diberikan kepada orang-orang yang celaka."

Al-Faqih berkata: Abul Qasim Abdur Rahman bin Muhammad menceritakan kepada kami dengan sanadnya dari Al-Hasan Al-Bashri, di mana ia berkata:
"Saya tidak mengetahui sesuatu yang lebih utama daripada jihad pada jalan Allah, kecuali menuntut ilmu, karena menuntut ilmu itu lebih utama daripada jihad pada jalan Allah. Barang siapa yang keluar dari rumahnya dalam rangka mencari satu bab ilmu, maka ia dinaungi oleh para malaikat dengan sayapnya dan didoakan oleh burung-burung di langit, binatang-binatang buas di daratan, dan ikan-ikan di laut, dan diberi oleh Allah pahala 72 orang yang benar. Oleh karena itu, carilah ilmu, dan carilah ilmu untuk ketenangan, kesabaran dan kesopanan, rendahkan dirimu terhadap guru dan juga terhadap muridmu. Janganlah saling saing-menyaingi di antara para ulama, dan jangan mendebat orang-orang bodoh. Janganlah menjilat para penguasa, dan jangan sombong di tengah-tengah hamba Allah. Janganlah kamu menjadi ulama yang kejam yang dimurkai oleh Allah, sehingga disungkurkan ke dalam neraka Jahannam. Carilah ilmu yang tidak membahayakan ibadahmu dan beribadahlah kepada Allah sekiranya tidak mengganggu dalam mencari ilmu, karena tidak ada gunanya ilmu yang tanpa ibadah. Janganlah kamu seperti sekelompok orang yang meninggalkan mencari ilmu dan hanya beribadah terus-menerus, sehingga setelah badannya kurus, mereka keluar dengan menghunus pedang untuk memerangi orang-orang yang berada di sekelilingnya. Seandainya mereka mencari ilmu, niscaya ilmu itu dapat mencegah mereka untuk berbuat seperti itu. Orang yang beramal tanpa didasari ilmu itu adalah seperti orang yang tersesat jalan, semakin bertambah tekun ibadahnya, maka semakin jauh tersesatnya, dan kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya." Ketika Abu Sa'id ditanya: "Dari siapakah keterangan di atas kamu peroleh?" Abu Sa'id menjawab: "Saya telah bertemu dengan 70 orang yang mengikuti perang Badar dan saya telah mengembara selama 40 tahun untuk mencari ilmu."

Dari Abu Darda ra, bahwasanya ia berkata:
"Wahai manusia, saya melihat banyak para ulama yang meninggal dunia, akan tetapi orang-orang yang bodoh tidak mau belajar. Belajarlah sebelum ilmu ini diangkat, karena diangkatnya ilmu itu adalah dengan kepergian (kematian) ulama."

Abdullah bin Amr bin Al-Ash ra, meriwayatkan dari Rasul Allah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengangkat ilmu dengan mencabutnya begitu saja, akan tetapi Allah mencabut ulama bersama-sama dengan ilmu mereka, sehingga apabila tidak ada orang yang alim, maka manusia mengambil pemimpin-pemimpin yang bodoh, lalu mereka ditanya, lantas mereka menjawab (tanpa didasarkan pada ilmu), maka mereka tersesat dan menyesatkan."

Dari Ibnul Mubarak ra, bahwasanya ketika ditanya: "Seandainya Allah memberitahu kepadamu bahwa kamu akan mati sore ini, maka apa yang akan kamu lakukan?" Ia menjawab: "Saya akan mencari ilmu."

Dari Ibrahim bin An-Nakha'i, di mana ia berkata:
"Orang yang alim itu selalu berada dalam keadaan sehat." Sewaktu ditanya: "Kenapa demikian?" Ia menjawab: "Karena kamu akan mendapatkan bahwa ia selalu berdzikir kepada Allah melalui lisannya, dengan menjelaskan mana yang halal dan mana yang haram."

Dikatakan bahwa ulama adalah pelita bagi zamannya. Setiap orang alim adalah lampu bagi masanya, di mana ia menerangi orang-orang yang hidup di masanya.

Diriwayatkan dari Salim bin Abdul Ja'd, di mana ia berkata:
"Dulu majikanku membeli aku dengan harga 300 dirham, lalu aku dimerdekakan. Setelah merdeka, aku berkata dalam hati: "Pekerjaan apakah yang akan aku tekuni?" Lantas aku memilih untuk mencari ilmu. Tidak lama setelah itu, khalifah datang kepadaku dengan maksud untuk menengok, akan tetapi aku tidak mengizinkannya."

Diceritakan dari Shalih Al-Murri, bahwasanya ketika masuk ke rumah Amirul Mukminin, ia dipersilahkan duduk dan diberinya sandaran bantal, lalu Shalih berkata: "Al-Hasan telah berkata dan ternyata perkataannya itu benar." Amirul Mukminin bertanya kepadanya: "Apa yang Al-Hasan katakan?" Shalih menjawab: "Sesungguhnya ilmu itu mengangkat derajat bangsawan menjadi lebih tinggi lagi, dan mengangkat budak ke tingkat derajat orang yang merdeka. Kalau tidak demikian, maka apalah artinya Shalih Al-Murri, sehingga ia dipersilakan duduk oleh Amirul Mukminin? Tidak lain karena ilmu."

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, bahwasanya ia berkata:
"Tuntutlah ilmu walau di negeri cina, karena menuntut ilmu itu fardhu atas setiap muslim."

Al-Musayyab meriwayatkan dari Abu Bakr dari Aun bin Abdullah, di mana ia berkata:
"Ada seseorang datang kepada Abu Dzarr Al-Ghiffari ra dan berkata; “Saya ingin mempelajari ilmu akan tetapi saya khawatir akan menyia-nyiakannya dan tidak bisa mengamalkannya.” Abu Dzarr berkata; “Jika bersandar pada ilmu itu lebih baik daripada bersandar pada kebodohan.” Kemudian orang itu mendatangi Abu Dzarr ra dan berkata seperti itu, lalu Abu Dzarr berkata; “Sesungguhnya manusia nanti akan dibangkitkan sesuai dengan keadaannya sewaktu ia mati. Orang yang pandai itu nanti dibangkitkan sebagai orang pandai, dan orang yang bodoh itu nanti dibangkitkan sebagai orang bodoh.” Kemudian orang itu mendatangi Abu Hurairah ra dan berkata seperti itu, lalu Abu Hurairah berkata; “Sesungguhnya kamu lebih baik mendapatkan sesuatu, lalu kamu sia-siakan daripada kamu tidak pernah mendapatkannya sama sekali.”"

Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Tiada cara ibadah yang lebih utama di sisi Allah daripada belajar agama, dan sungguh satu orang yang pandai agama itu lebih bagi setan (untuk digoda) daripada seribu orang ahli ibadah (yang tidak pandai). Dan sesungguhnya segala sesuatu itu ada tiangnya dan tiang agama adalah ilmu fiqih."

Diceritakan dalam salah satu riwayat, bahwasanya di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat. Sebagian di antara mereka berpendapat bahwa ilmu itu lebih utama daripada harta, sedangkan yang lain berpendapat bahwa harta itu lebih utama daripada ilmu. Kemudian mereka mengirim seorang utusan kepada Ibnu Abbas ra untuk menanyakan hal itu, lalu Ibnu Abbar berkata:
"Ilmu itu lebih utama daripada harta." Utusan itu bertanya: "Apabila mereka menanyakan kepadaku tentang alasannya, maka apa yang bisa aku jelaskan?" Ibnu Abbas berkata: "Katakanlah kepada mereka bahwa ilmu itu adalah warisan para nabi, sedangkan harta warisan Fir'aun. Ilmu itu bisa menjaga kamu, sedangkan kamu harus menjaga harta. Ilmu itu hanya diberikan oleh Allah kepada orang yang dicintaiNya, sedangkan harta diberikan oleh Allah kepada orang yang dicintaiNya maupun orang yang tidak dicintaiNya, bahkan kadang-kadang orang yang tidak dicintaiNya itu diberi lebih banyak. Ingatlah firman Allah yang berbunyi;
“Dan sekiranya bukan karena menghindarkan manusia menjadi umat yang satu (dalan kekafiran), pastilah sudah Kami buatkan bagi orang-orang yang kafir kepada (Allah) Tuhan Yang Maha Pengasih loteng-loteng rumah mereka dari perak, demikian pula tangga-tangga yang mereka naiki.” (QS. Az-Zukhruf, 43:33)
Sesungguhnya ilmu itu tidak akan berkurang karena diberikan, sedangkan harta akan berkurang dengan diberikan. Orang yang mempunyai harta itu apabila sudah mati tidak akan dikenang. Orang yang mempunyai harta akan ditanya tentang setiap dirham, dari mana didapatkan dan untuk apa dibelanjakan, sedangkan bagi orang yang mempunyai ilmu, setiap perkataan yang ia ucapkan akan menaikkan satu derajat di dalam surga."

Diriwayatkan dari Ali bin Abu Thalib kw, bahwasanya ia berkata:
"Manusia itu terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu orang alim yang benar-benar takut kepada Allah, orang yang belajar untuk mencari keselamatan, dan selain itu adalah orang-orang yang mengikuti angin ke mana saja bertiup." Ali juga mengatakan: "Ilmu itu lebih baik daripada harta, karena ilmu menjaga kamu, sedangkan kamu harus menjaga harta. Ilmu akan bertambah bila diberikan, sedangkan harta akan berkurang bila diberikan. Ulama itu tetap hidup meskipun jasadnya telah tiada namun pemikirannya masih tetap ada."

Diriwayatkan dari Abu Darda ra, bahwasanya ia berkata:
"Orang pandai (yang mengajar) dan orang yang diajar pahalanya sama, sebab manusia yang baik itu hanya ada dua macam, yaitu; orang yang pandai dan orang yang belajar. Tidak ada kebaikan apa pun selain kedua kelompok itu."


---o0o---



Viewing all articles
Browse latest Browse all 238

Trending Articles