Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad menceritakan kepada kami, Isa bin Ahmad menceritakan kepada kami, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami dari Amr bin Muhammad Al-Ma'mari bahwasanya Zaid bin Aslam menceritakan kepadanya dan berkata: Saya tidak mengetahui melainkan hadits ini benar-benar dari Rasulullah saw di mana beliau bersabda:
"Amal-amal perbuatan itu ada lima macam: amal (yang dibalas) dengan yang sepadan, amal yang pasti, amal (yang dibalas) dengan sepuluh kali, amal (yang dibalas) dengan 700 kali, amal yang tidak diketahui balasan orang yang mengerjakannya, kecuali Allah. Sedangkan amal perbuatan yang (dibalas) dengan yang sepadan adalah seseorang yang melakukan perbuatan jelek, maka dicatat atasnya satu kejelekan, dan seseorang yang bermaksud melakukan perbuatan yang baik, tetapi ia tidak jadi mengerjakannya, maka dicatat baginya satu kebaikan. Amal yang pasti yaitu seseorang yang menghadap Allah dengan tidak menyenbah, kecuali kepamaNya, maka ia pasti masuk surga, dan seseorang yang menghadap Allah dengan menyembah kepada selain Dia, maka ia pasti masuk neraka. Amal yang (dibalas) dengan sepuluh kali adalah seseorang yang mengerjakan satu perbuatan baik, maka dicatat baginya sepuluh kebaikan. Amal yang (dibalas) dengan 700 kali adalah orang yang berjuang pada jalan Allah atau menafkahkan (hartanya) untuk berjuang pada jalan Allah, maka dicatat baginya 700 kali. Dan amal yang tidak diketahui balasan orang yang mengerjakannya, kecuali Allah adalah puasa."
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad, Ibnu Wahb menceritakan kepada kami, Abu Shadaqah Al-Yamani menceritakan kepada kami, di mana ia berkata:
"Bilal ra masuk ke rumah Rasulullah saw sementara beliau sedang memakan makanan, kemudian beliau bersabda: “Wahai Bilal, mari makan, mari makan.” Bilal lantas berkata: “Wahai Rasulullah, saya sedang berpuasa,” Rasulullah saw bersabda: “Kami sedang memakan rezeki kami, sedangkan rezeki Bilal nanti di surga. Sesungguhnya orang yang berpuasa itu bila bila berada di tengah-tengah orang yang sedang makan, maka anggota-anggota tubuhnya membaca tasbih dan malaikat mendoakan untuknya: ‘Wahai Allah, ampunilah dia, wahai Allah kasihanilah dia.’ selama dia berada dalam majlis itu.”
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami dari Hasyim bin Hasan dari Washil, pelayan Abu Uyainah, di mana ia berkata: Laqith memberitahukan kepadaku dari Abu Burdah dari Abu Musa Al-Asy'ari ra, di mana ia berkata: "Kami naik perahu, dan ketika kami berjalan di tengah-tengah laut, di mana kami telah menaikkan layar, dan sudah tidak melihat pulau atau sesuatu lagi, tiba-tiba ada suara menyeru: “Wahai orang yang berada di perahu, berhentilah, aku akan memberitahukan kepadamu” Abu Musa berkata: "Kami pergi (meneruskan perjalanan) dan tidak melihat ada sesuatu. Kemudian suara itu menyeru terus-menerus sampai tujuh kali." Abu Musa berkata: "Setelah tujuh kali seruan, kami berhenti dan berkata: “Wahai suara yang menyeru, kamu telah mengetahui keadaan kami, dan kami tidak bisa berhenti untuk mencari kamu. Katakanlah apa yang ingin kamu sampaikan kepada kami.” Kemudian suara itu berkata: “Ketahuilah, aku akan memberitahukan kepadamu tentang keputusan Allah Ta'ala atas DzatNya sendiri.” Kami berkata: “Beritahukan kepada kami.” Ia berkata: “Sesungguhnya Allah Ta'ala telah memutuskan atas DzatNya sendiri sendiri bahwa tidak ada seorang hamba pun yang mendahagakan dirinya pada hari yang panas, melainkan Allah Ta'ala akan membuatnya ia segar nanti pada hari kiamat.”
Diceritakan pula dari Ibnul Mubarak dari Washil, pelayan Abu Uyainah dari Laqith bin Abu Burdah dari Abu Musa Al-Asy'ari kisah seperti tersebut di atas, dan di dalam kisah ini ada tambahan bahwa setelah mendengar suara itu, hari berikutnya Abu Musa terus-menerus berpuasa pada hari yang panas (musim kemarau).
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Abu Itab Al-Baghdadi menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Yahya bin Ja'far bin Az-Zubair menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Al-Harits bin Manshur menceritakan kepada kami, Yahya As-Saqa' menceritakan kepada kami dari Yahya bin Abu Katsir Dari Zaid bin Salam dari Abu Malik Al-Asy'ari dari Rasulullah saw, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"Ada enam hal yang termasuk kebaikan, yaitu: memerangi musuh Allah dengan pedang, berpuasa pada musim kemarau, sabar yang baik ketika ditimpa musibah, tidak berdebat meskipun benar, cepat-cepat mengerjakan shalat di waktu mendung atau beliau bersabda di musim kemarau, dan wudhu dengan sempurna di musim dingin."
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Nushair bin Yahya menceritakan kepada kami, Abu Muthi' menceritakan kepada kami dari Bakr bin Khunais yang merafa'kannya kepada Abu Darda ra, di mana ia berkata: Kalau bukanlah karena tiga hal, niscaya aku tidak menghiraukan untuk mati:
- Menyungkurkan muka ke tanah, karena sujud kepada Allah.
- Puasa di musim panas (kemarau), sehingga benar-benar merasa lapar dan dahaga.
- Duduk bersama-sama dengan orang-orang yang memilih bercakapan yang baik, sebagaimana mereka memilih biji-biji kurma yang baik.
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Ibnu Abdillah menceritakan kepada kami dari Al-Awwam bik Hausyab dari Sulaiman bin Abu Sulaimak, pelayan Hasyim, di mana ia mendengar Abu Hurairah ra berkata:
"Rasulullah saw mengajarkan saya tiga hal yang tidak akan saya tinggalkan sampai meninggal dunia, yaitu; supaya saya tidak tidur melainkan (sesudah) mengerjakan shalat witir, supaya saya berpuasa tiga hari setiap bulan, dan supaya saya tidak meninggalkan shalat dhuha."
Al-Faqih berkata: Abu Ka'far menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah Ath-Thanafasi menceritakan kepada kami dari Al-Awwam bin Hausyab, Muhammad bin Salamah meneritakan kepada kami, Ibnu Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Hisyam bin Al-Qasim menceritakan kepada kami, Abu Ishaq Al-Asyja'i menceritakan kepada kami dari 'Amr bin Qais dari Al-Hasan bin Ash-Shabah dari Handabah bin Khalid Al-Khuza'i dari Hafshah ra, di mana ia berkata:
"Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi saw, yaitu; puasa pada hari 'Asyura', puasg pada hari-hari sepuluh (awal Dzuhijjah), puasa tiga hari setiap bulan dan shalat dua raka'at sebelum subuh."
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Abu Bakr Muhammad bin Abdullah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ali menceritakan kepada kami, Yahya bin Muhammad bin Kamil bin Thalhah menceritakan kepada kami dari Hummad bin Salamah dari Al-Hajjaj bin Abu Ishaq dari Al-Harts bin Ali kw, bahwasanya Nabi saw bersabda:
"Puasalah kamu sekalian pada bulan shabar (yakni bulan Ramadhan) dan tiga hari dari setiap bulan, maka itu sepadan dengan puasa sepanjang tahun, dan dapat menghilangkan rasa dengki dan iri hati."
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Ya'la bin Humaid menceritakan kepada kami, Al-A'masy menceritakan kepada kami dari seseorang dari Abdullah bin Syaqiq Al-Ugaili, di mana ia berkata:
"Saya datang ke Madinah dan bertemu dengan Abu Dzarr Al-Ghiffari ra, kemudian saya bertanya kepadanya; “Apakah hari ini kamu puasa?” Ia menjawab; “Ya.” Saat itu mereka sedang menunggu izin untuk masuk ke rumah Umar bin Khaththab ra. Ketika mereka sudah masuk, mereka disuguhi makanan, kemudian Abu Dzarr memakannya. Saya lantas mengingatkan dengan menggerak-gerakkan tanganku, tetapi ia berkata; “Saya tidak lupa apa yang saya katakan padamu bahwa saya berpuasa, karena sesungguhnya saya berpuasa tiga hari pada setiap bulan yang berarti saya berpuasa sepanjang masa.”"
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Ali bin Ahmad menceritakan kepada kami, Muhammad bin Salamah menceritakan kepada kami, Ibnu Abi Syaibah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al-Fadl Adl Dlabbi menceritakan kepada kami darh Hushain dari Mujahid dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash ra, di mana ia berkata: "Aku adalah seseorang yang bersungguh-sungguh dalam beribadah, kemudian ayahku mengawinkan aku dengan seorang perempuan. Suatu hari ayahku datang ke rumahku, tetapi tidak bertemu dengan aku, lantas ia bertanya kepada istriku; “Bagaimana keadaan suamimu?” Istriku menjawab; “Dia adalah sebaik-baik orang. Dia tidak pernah tidur malam dan tidak pernah makan pada siang hari.” Kemudian setelah aku ketemu, ayahku berkata; “Aku kawinkan kamu dengan seorang perempuan muslimah, tetapi kamu membiarkannya begitu saja.” Namun demikian aku tidak mempedulikan apa yang dikatakan ayahku karena aku merasa kuat dan bersungguh-sungguh dalam beribadah.
Berita tersebut sampai kepama Nabi saw, kemudian beliau memanggil aku dan bersabda;
“Akan tetapi aku tidur dan mengerjakan shalat (malam), aku berpuasa dan aku berbuka, maka shalatlah, dan berpuasalah tiga hari pada setiap bulan.” Saya berkata kepada beliau; “Wahai Rasulullah, aku kuat (untuk mengerjakan) lebih dari itu.” Beliau bersabda;“Puasalah satu hari dan berbukalah satu hari. Yang demikian itu adalah (cara) puasa Nabi Dawud as.” Beliau bertanya kepadaku; “Dalam berapa (hari) kamu menyelesaikan bacaan Al-Qur'an?” Aku menjawab; “Dua hari dua malam” Beliau bersabda; “Selesaikan bacaan dalam 15 hari.” Aku berkata; “Aku kuat (untuk menyelesaikan lebih cepat) daripada 15 hari.” Beliau bersabda; “Selesaikanlah dalam tujuh hari.” Kemudian beliau bersabda; “Sesungguhnya setiap orang yang bekerja itu mempunyai semangat yang tinggi, dan setiap semangat yang tinggi itu ada rasa jemu. Siapa yang rasa jemunya itu kembali kepada sunnahku, maka berarti ia mendapat petunjuk, dan siapa yang rasa jemunya itu dilampiaskan selain sunnahku, maka celaka ia.” Kemudian Abdullah bin Umar ra berkata; “Seandainya saja aku (sudah dari dulu) menerima (mendengar) keringanan dari Rasulullah saw itu, niscaya aku akan merasa lebih senang daripada keadaanku yang sekarang ini, seperti (menyenangi) keluarga dan hartaku. Akan tetapi kini aku sudah tua, tidak kuat dan sudah lemah, namun aku enggan untuk meninggalkan apa yang telah diperintahkan oleh Rasulullah saw kepadaku.”
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra bahwasanya ada seseorang datang kepadanya menanyakan tentang puasa, kemudian ia menjawab: "Perkenankanlah aku menceritakan kepadamu suatu hadits yang termasuk dalam perbendaharaan yang tersitpan, yaitu apabila kamu ingin puasa Nabi Dawud, maka beliau puasa satu hari dan berbuka satu hari. Bila kamu ingin puasa putranya, Nabi Sulaiman, maka beliau puasa tiga hari setiap awal bulan, tiga hari pada pertengahan, dan tiga hari pada akhir bulan. Bila kamu ingin puasa Nabi Isa, maka beliau puasa sepanjang tahun, makan gandum, memakai pakaian yang tebal dan kasar, setiap malam beliau bangun (untuk mengerjakan shalat) hingga melihat tanda-tanda fajar, dan beliau tidak berada di suatu tempat melainkan mengerjakan shalat dua raka'at. Bila kamu ingin puasa ibunya (Maryam), maka ia puasa dua hari dan berbuka dua hari. Dan bila kamu ingin puasg Nabi Muhammad saw, maka beliau puasa tiga hari pada setiap bulan yaitu; pada hari-hari putih, yakni tanggal 13, 14 dan 15, dan beliau menjelaskan bahwa puasg pada hari-hari itu sepadan dengan sepanjang tahun."
Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian mengiringinya enam hari dari bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa sepanjang tahun."
Abu Hurairah ra berkata: "Aku akan menghitungkan untuk kamu, yaitu bahwa puasa Ramadhan, pahalanya sepadan dengan 300 hari, dan puasa enam hari (pada bulan Syawal) itu pahalanya sepadan dengan 60 hari, karena Allah Ta'ala berfiman;
“Barang siapa berbuat kebaikan, mendapat balasan sepuluh kali lipat amalnya.” (QS. Al-An'am, 6:160)
Jadi puasa satu hari sepadan dengan puasa sepuluh hari.
Al-Faqih berkata: "Sebagian orang ada yang melarang puasa pada hari sabtu karena menyerupai orang-orang Yahudi."
Diriwayatkan dari Ibrahim An-Nakhai bahwasanya dia ditanya mengenai puasa enam hari dari bulan Syawal itu, kemudian beliau menjawab: "Puasa enam hari itu adalah puasanya orang perempuan yang menggadha, karena haidh pada bulan Ramadhan." Sebagian ulama berpendapat bahwa seseorang lebih baik puasa enam hari itu terputus-putus (tidak bersambung), sehingga tidak menyerupai orang-orang Yahudi. Menurut pendapat saya, tidak ada masalah apakah puasa enam hari itu dilaksanakan bersambung atau terputus-putus, karena puasa enam hari itu sudah dipisahkan dengan puasa Ramadhan dengan adanya Idul Fitri.