Al-Faqih berkata: Abul Qasim Abdur Rahman bin Muhammad menceritakan kepada kami, Faris bin Marduwih menceritakan kepada kami, Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Ali bin Yunus Al-'Abid menceritakan kepada kami dari Abu 'Aun Al-Bashri dari Salamah bin Dlirar dari seseorang penduduk Syam, di mana ia berkata:
"Beritahukanlah kepadaku tentang satu amalan yang karenanya saya dapat masuk surga." Beliau bersabda: "Jadilah kamu orang yang mengumandangkan adzan bagi kaummu." Ia berkata: "Wahai Rasulullah, saya tidak mampu." Beliau bersabda: "Jadilah kamu imam bagi kaummu, di mana mereka dapat mengerjakan shalat bersama kamu." Ia berkata lagi: "Bagaimana kalau saya tidak mampu?" Beliau bersabda: "Hendaknya kamu selalu berada di shaf terdepan."
Waki' meriwayatkan dari Abdullah bin Al-Walid dari Muhammad bin Nafi dari Aisyah ra, di mana ia berkata: "Ayat yang berikut ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang mengumandangkan adzan. Ayat yang dimaksud adalah;
“Dan siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah dan mengerjakan kebajikan dan berkata, "Sungguh, aku termasuk orang-orang muslim (yang berserah diri?" (QS. Fusisilat, 41:33)
Yang dimaksud adalah memanggil orang banyak untuk mengerjakan shalat dan mengerjakan shalat di antara adzan dan iqamah.
Al-Qasim meriwayatkan dari Abu Umamah Al-Bahili ra, bahwasanya Nabi saw bersabda:
"Bagi orang yang beradzan diampuni dosanya sepanjang suaranya (terdengar), dan ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang shalat bersamanya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun."
Diriwayatkan dari Sa'd bin Abu Waqqash ra dari Khaulah binti Al-Hakam As-Salamiyyah, di mana ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
"Orang yang sakit adalah tamu Allah, di mana selama ia sakit setiap hari dinaikkan untuknya amal 70 orang yang mati syahid, dan apabila ia sembuh dari sakitnya, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti hari dilahirkan oleh ibunya, dan bila ditakdir mati, maka Allah memasukkannya ke dalam surga tanpa hisab. Orang yang beradzan itu adalah penjaga pintu Allah, di mana pada setiap adzan ia diberi pahala seribu nabi. Imam adalah menteri Allah, di mana setiap shalat diberi pahala seribu orang yang selalu berkata benar. Orang yang pandai adalah wakil Allah, di mana pada setiap perkataan diberikan cahaya, nanti pada hari kiamat. Dan Allah mencatat setiap perkataan sebagai ibadah seribu tahun. Dan orang yang belajar baik laki-laki maupun perempuan adalah pelayan-pelayan Allah, di mana tidak ada balasan bagi mereka kecuali surga."
Al-Faqih menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penjaga pintu Allah bagi orang yang beradzan adalah arti kiasan, di mana ia memberitahu kepada orang banyak tentang masuknya waktu untuk menghadap kepada Tuhan. Jadi, seperti penjaga pintu bagi seorang raja yang memberi izin dengan masuknya waktu adzan. Sedangkan yang dimaksud dengan menteri Allah bagi imam shalat, adalah karena orang banyak yang mengikutinya, shalat mereka menjadi sempurna karenanya.
Dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Barang siapa yang beradzan selama tujuh tahun, maka Allah memerdekakannya dari tujuh tingkatan neraka, setelah ia membaguskan niatnya."
Dari 'Atha' bin Yasir, bahwasanya Nabi saw bersabda:
"Bagi orang yang beradzan diampuni dosanya sepanjang suaranya (terdengar), dan dibenarkan oleh semua apa yang mendengarnya baik yang basah ataupun yang kering."
Dari Abu Sa'id Al-Khudri ra, di mana ia berkata: "Apabila kamu berada di ladang, maka kumandangkanlah adzan dan keraskanlah suaramu, karena saya mendengar , Nabi saw bersabda;
“Tiadalah pohon, batu, pasir, manusia dan jin yang mendengar suara adzan, melainkan nanti pada hari kiamat menjadi saksi baginya di hadapan Allah Ta'ala.”"
Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepadaku dengan sanadnya dari Mu'adz bin Jabal ra, bahwasanya Nabi saw bersabda:
"Nanti pada hari kiamat Allah membangkitkan Bilal dengan berkendaraan onta dari onta-onta surga, seraya mengumandangkan adzan pada punggung onta. Apabila ia mengucapkan; Asyhadu alla ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, sebagian orang memandang sebagian yang lain, lalu berkata; “Kami bersaksi sebagaimana apa yang kamu persaksikan, hingga sampai di mahsyar, dan setelah sampai di mahsyar, maka diberi perhiasan surga, dan yang pertama kali diberi perhiasan adalah Bilal dan para muadzdzin yang shalih."
Qatadah berkata: Diceritakan kepada kami, bahwasanya Abu Hurairah ra berkata:
"Orang-orang yang beradzan itu adalah orang yang paling panjang lehernya nanti pada hari kiamat. Dan orang yang pertama kali diputuskan oleh Allah, nanti pada hari kiamat adalah para nabi, orang-orang yang mati syahid, lalu orang-orang yang beradzan, lalu dipanggillah muadzdzin ka'bah lantas muadzdzin Baitul Maqdis, kemudian muadzdzin-muadzdzin yang lain."
Dari Ibnu Mas'ud ra, di mana ia berkata: "Seandainya aku menjadi muadzdzin, niscaya tidak apa-apa meskipun tidak ikut berperang."
Dari Sa'ad bin Abu Waqqash ra, bahwasanya ia berkata: "Seandainya aku menjadi muadzdzin, niscaya tidak apa-apa meskipun tidak berjihad."
Dari Umar bin Al-Khaththab ra, bahwasanya ia berkata: "Seandainya aku menjadi muadzdzin, niscaya tidak apa-apa jika tidak mengerjakan haji dan umrah selain haji yang wajib."
Dari Ali bin Abi Thalib kw, bahwasanya ia berkata: "Aku tidak menyesal atas sesuatu hanya aku ingin untuk meminta kepada Nabi saw supaya adzan itu ditugaskan kepada Al-Hasan dan Al-Husain."
Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Tidak ada suatu kota yang di dalamnya banyak orang yang beradzan, melainkan kurang dinginnya (bencananya)."
Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra, bahwasanya Nabi saw bersabda:
"Apabila orang-orang yang beradzan mengumandangkan adzannya, maka setan lari sampai ke Rauha'."
Al-Faqih menjelaskan bahwa orang yang beradzan itu perlu mempunyai sepuluh hal supaya ia memperoleh keutamaan yang sempurna, yaitu:
- Mengetahui waktu shalat dan menjaganya.
- Memelihara lingkungan, sehingga orang-orang yang berada di sekitarnya tidak terganggu dengan adzannya itu.
- Apabila ia sedang tidak berada di tempat, ia tidak marah kepada orang yang beradzan di masjidnya.
- Membaguskan adzan.
- Mengharapkan pahala hanya kepada Allah semata, tidak mengharap sesuatu dari sesama manusia.
- Menyuruh untuk berbuat baik dan mencegah dari yang mungkar, dan mengatakan yang benar kepada orang yang kaya maupun orang yang miskin.
- Menunggu imam dengan kadar tidak dirasa berat oleh orang banyak.
- Tidak marah kepada orang yang menempati tempatnya di masjid.
- Tidak memperlama shalat antara adzan dan iqamah.
- Memelihara masjid, bila ada kotoran sepera membuangnya dan menjaganya dari keributan anak-anak kecil.
Imam juga memerlukan sepuluh hal agar shalatnya dan shalat orang yang makmum kepadanya dapat sempurna, yaitu:
- Benar-benar pandai membaca Al-Qur'an, tidak ada salahnya.
- Takbir-takbirnya jelas.
- Rukuk dan sujudnya sempurna.
- Menjaga dari hal-hal yang haram dan syubhat.
- Menjaga pakaian dan badannya dari kotoran.
- Tidak membaca bacaan yang panjang, kecuali bila orang-orang yang makmum menyetujuinya.
- Tidak 'ujub (merasa hebat) terhadap dirinya sendiri.
- Tidak mulai shalat sebelum mohon ampun kepada Allah dari dosa-dosanya, karena imam merupakan orang yang dapat memberikan syafa'at kepada makmumnya.
- Setelah salam tidak berdoa khusus untuk dirinya saja, karena kalau demikian halnya, berarti ia berkhianat kepada jama'ahnya.
- Apabila di masjidnya ada orang asing atau pendatang, hendaknya, ia menanyakan kepada orang asing itu tentang apa yang bisa ia bantu.
Abu Sa'id Al-Khudri ra meriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Lima macam manusia aku jamin masuk surga, yaitu; wanita shalihah yang taat kepada suaminya, anak yang taat kepada orang tuanya, orang yang meninggal dunia dalam perjalanan menuju ke Makkah, orang yang mempunyai budi pekerti yang baik, orang yang beradzan di salah satu masjid dengan iman dan ikhlas."
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Imam adalah orang memberi jaminan dan orang yang beradzan adalah orang yang dipercaya. Wahai Allah, berilah petunjuk para imam, dan ampunilah dosa orang-orang yang beradzan."
Al-Faqih menerangkan bahwa orang yang beradzan itu dinamakan orang yang dipercaya, karena orang-orang menaruh kepercayaan kepadanya dalam masalah shalat dan puasa. Di antara hak kaum muslimin atas orang yang beradzan adalah bahwa ia tidak mengumandangkan adzan untuk shalat subuh sebelum fajar benar-benar telah terbit, supaya tidak ragu-ragu waktu antara sahur dan shalat subuh. Demikian juga ia tidak mengumandangkan adzan untuk shalat maghrib, sebelum matahari benar-benar telah terbenam, supaya tidak ragu-ragu lagi waktu untuk berbuka puasa. Oleh karena itu, ia dinamakan orang yang dipercaya. Sedangkan imam dinamakan orang yang memberi jaminan, karena ia menjamin shalat orang yang makmum kepadanya, di mana rusak atau sahnya shalat mereka tergantung kepada shalatnya imam.
Al-Faqih berkata: Abdul Wahhab memberitahukan kepadaku dari Muhammad bin Al-Fadhlani di Samarkand dengan sanadnya dari Anas bin Malik ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
"Ada tiga kelompok yang nanti pada hari kiamat akan berdiri di atas bukit kasturi, di mana mereka tidak akan merasa risau terhadap hisab, dan tidak akan merasa sedih dengan adanya kengerian yang dahsyat, yaitu: seseorang yang menjadi imam bagi kaumnya dan mereka senang kepadanya, seseorang yang adzan untuk shalat yang lima waktu hanya mengharapkan ridha Allah, dan seorang budak yang taat kepada Tuhan dan majikannya."
Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Tidak halal bagi seorang muslim untuk melihat di dalam rumah seorang muslim yang lain, kecuali dengan izinnya. Apabila ia melihat (tanpa izin), maka berarti ia telah merusak janji. Tidak halal bagi seorang muslim shalat sambil menahan kencing, sehingga ia meringankannya (mengeluarkannya). Dan tidak halal bagi seorang muslim untuk mengimani suatu kaum, kecuali dengan izin mereka, apabila ia mengerjakan (tanpa izin mereka), maka shalat mereka diterima dan shalatnya (imam) ditolak dan janganlah imam mengkhususkan doa untuk dirinya sendiri, apabila ia mengerjakan yang demikian itu, maka berarti ia berkhianat kepada mereka."
Dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
"Seandainya orang-orang tahu keutamaan yang terdapat pada adzan dan shaf yang pertama, niscaya mereka akan mengundi keduanya itu, dan seandainya mereka mengetahui keutamaan yang terdapat pada datang lebih dulu, niscaya mereka akan berlomba-lomba untuknya, dan seandainya mereka mengetahui keutamaan yang terdapat pada shalat isya dan subuh dengan berjamaah, niscaya mereka akan mendatangi keduanya itu walaupun dengan merangkak."
Juwaibir meriwayatkan dari Adl-Dlahhak, di mana ia berkata: Ketika Abdullah bin Zaid bermimpi tentang adzan dan mengerjakannya kepada Bilal, kemudian Nabi saw memerintahkan Bilal, untuk naik ke atas bangunan dan mengumandangkan adzan. Setelah adzan itu dimulai, maka terdengarlah suara gemuruh di Madinah, lalu Nabi saw bertanya kepada para sahabatnya:
"Tahukah kamu, apakah suara gemuruh itu?" Mereka menjawab; "Allah dan rasulNya lebih mengetahui." Beliau bersabda; "Sesungguhnya Tuhan menyuruh supaya pintu-pintu langit dibuka sampai ke 'arsy, karena adzan (yang dikumandangkan oleh) Bilal." Abu Bakr Ash-Shiddiq lalu bertanya; "Apakah ini khusus Bilal atau orang-orang yang adzan secara umum?" Beliau menjawab; "Bahkan untuk orang-orang yang adzan secara umum." Sesungguhnya roh orang-orang yang adzan itu bersama dengan roh orang-orang yang mati syahid. Dan apabila hari kiamat datang, ada seruan yang memanggil; "Di manakah orang-orang yang adzan?" Maka berdirilah mereka di atas bukit kasturi dan kapur barus."
Anas bin Malik ra meriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Lima (golongan manusia) tidak diterima shalatnya, yaitu;
(1) Istri yang marah kepada suaminya,
(2) Hamba yang lari dari majikannya,
(3) Orang yang memboikot saudaranya lebih dari tiga hari, di mana ia tidak berkata-kata dengan saudaranya,
(4) Orang yang terus-menerus minum minuman keras,
(5) Imam suatu kaum, di mana ia mengimani shalat mereka, sedangkan mereka benci kepadanya."
Al-Faqih menerangkan bahwa kebencian kaum itu terdiri dari dua hal. Pertama, apabila mereka membenci imam karena kurang baik akhlaknya atau banyak salah di dalam bacaan shalat, sedangkan di dalam jama'ah itu ada orang yang lebih baik daripada imam itu, maka inilah yang dilarang menjadi imam. Sedangkan yang kedua, yaitu apabila kebencian itu disebabkan karena imam itu menganjurkan untuk berbuat baik dan melarang dari perbuatan mungkar atau karena ada rasa dengki, kemudian mereka membencinya, sedangkan di dalam jama'ah itu tidak ada orang yang lebih baik daripada imam itu, maka kebencian yang semacam itu tidak bisa diterima, dan hendaknya ia tetap mengimani mereka dan janganlah kebencian itu ia pedulikan.
Jabir bin Abdullah ra meriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Orang-orang yang beradzan dengan ikhlas nanti pada hari kiamat akan keluar dari kubur sambil beradzan. Dan orang yang beradzan itu disaksikan oleh segala sesuatu yang mendengar suaranya baik itu berupa batu, pohon, pasir, manusia, benda yang basah atau yang kering, dan Allah mengampuni dosanya sejauh suaranya dapat didengar, dicatatkan baginya pahala orang yang shalat karena (mendengar) adzannya, dan Allah memberinya apa yang dimintanya antara adzan dan iqamah, baik disegerakan di dunia atau di simpannya nanti di akhirat, atau dihindarkannya dari bahaya. Orang yang pertama kali mendapatkan pakaian surga nanti pada hari kiamat adalah Nabi Ibrahim as, kemudian Nabi Muhammad saw, lalu para rasul dan nabi as, lantas para muadzdzin yang ikhlas, dan mereka disambut oleh para malaikat dengan kendaraan dari yaqut merah yang masing-masing di antara mereka diiringi oleh 70.000 malaikat dari kuburnya hingga mahsyar."
Ibnu Abbas ra berkata: "Ada tiga kelompok manusia yang akan dilindungi oleh Allah Ta'ala dari siksaan kubur, yaitu; Orang yang beradzan, orang yang mati syahid, dan orang yang mati pada hari atau malam Jum'at."
Dari Abdul A'la At-Taimi, bahwasanya ia berkata: "Ada tiga kelompok manusia yang nanti akan berada di bukit kasturi, pada saat orang-orang berada dalam suasana panik menghadapi hisab, yaitu;
(1) Imam yang benar-benar hanya mengharap ridha Allah,
(2) Orang yang membaca Al-Qur'an hanya mengharap ridha Allah,
(3) Orang yang adzan hanya mengharap ridha Allah."
Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Barang siapa yang mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh orang yang adzan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang adzan."
Dalam hadits yang lain disebutkan sebagai berikut:
"Sesungguhnya Nabi saw ketika (mendengar) muadzdzin mengucapkan Allahu Akbar, beliau mengucapkan dengan ucapan yang sama, demikian juga pada dua syahadat. Dan ketika muadzdzin mengucapkan; Hayya 'alas-salah - Hayya 'alal-falah, beliau mengucdpkan; La haula wa la quwwata illa billahil-'aliyyil-'azim."
Al-Faqih menjelaskan bahwa manakala seseorang mendengar adzan hendaknya ia mendengarkannya dengan baik dan mengucapkan apa yang diucapkan oleh muadzdzin. Apabila muadzdzin selesai mengucapkan: Hayya 'alal-falah, hendaknya ia mengucapkan seperti apa yang diucapkan dalam menjawab: Hayya 'alas-salah. Seseorang hendaknya mengetahui tafsir adzan dan makna yang terkandung di dalamnya, karena setiap kata dalam adzan itu mengandung arti lahir dan batin. Apabila muadzdzin mengucapkan: Allahu Akbar - Allahu Akbar, maka artinya adalah Allah maha Agung dan maha Mulia, sedangkan pengertiannya adalah bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Agung, dan wajib beramal kepadaNya, maka perbanyaklah amal dan janganlah terlampau sibuk dengan masalah dunia. Apabila muadzdzin mengucapkan: Ashadu alla ilaha illallah, maka artinya adalah saya bersaksi bahwa Allah adalah Dzat Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya, sedangkan pengertiannya, adalah bahwa Allah memerintahkan kamu suatu perintah (shalat), maka kerjakanlah perintah itu, karena tidak ada sesuatu yang dapat memberikan pertolongan kepadamu selain Allah dan tidak ada sesuatu yang dapat menyelamatkan kamu dari siksaanNya selain Allah, manakala kamu tidak mengerjakan perintahNya. Apabila muadzdzin mengucapkan: Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, maka artinya adalah saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maksudnya Allah mengutus beliau kepadamu hendaknya kamu beriman dan membenarkannya, sedangkan pengertiannya adalah beliau memerintahkan kepadamu untuk mendirikan shalat berjama'ah, maka kerjakanlah perintah itu. Apabila muadzdzin mengucapkan: Hayya 'alas-salah, maka artinya adalah bersegeralah untuk menunaikan shalat, sedangkan pengertiannya adalah waktu shalat telah datang, maka kerjakanlah saat ini juga, jangan ditunda-tunda dan laksanakanlah dengan berjama'ah. Apabila muadzdzin mengucapkan: Hayya 'alal-falah, maka artinya adalah bersegeralah mencari keselamatan dan kebahagiaan, sedangkan pengertiannya, adalah bahwa Allah Ta'ala menjadikan shalat itu sebagai sarana untuk keselamatan dan kebahagiaanmu, maka segeralah dikerjakan agar kamu selamat dari siksaanNya. Apabila muadzdzin mengucapkan: Allahu Akbar - Allahu Akbar, maka artinya adalah Allah adalah Dzdt Yang Maha Agung dan maha mulia, sedangkan pengertiannya adalah bahwa kamu wajib segera mengerjakan pengertianNya, jangan ditunda-tunda. Apabila muadzdzim mengucpkan: La ilaha illallah, maka artinya Allah adalah Dzat Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya, sedangkan pengertiannya adalah ikhlaskanlah shalatmu, hanya semata-mata mengharapkan ridha Allah Ta'ala.