Al-Faqih berkta: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Muhammad bin 'Aqil menceritakan kepada kami, Isa bin Ahmad menceritakan kepada kami, Al-Maqburi menceritakan kepada kami, Ibnu Lahi'ah menceritakan kepada kami dari Qais bin Al-Hajjaj dari Hannasy Ash-Shan'ani dari Ibnu Abbas ra, di mana ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
"Wahai anakku, maukah kamu aku ajari beberapa ajaran yang dengannya semoga Allah memberi manfaat kepadamu." Saya menjawab: "Mau, wahai Rasulullah." Beliau bersabda: "Jagalah (perintah) Allah, niscaya Allah akan menjaga kamu, peliharalah dirimu (dari larangan) Allah, niscaya kamu akan mendapatkan Allah berada di depanmu. Dekatkanlah dirimu ke hadapan Allah di waktu senang, niscaya Allah akan menolong kamu di waktu (kamu berada) dalam kesulitan. Apabila kamu memohon maka mohonlah kepada Allah. Apabila kamu minta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah. Pena (yang menulis segala sesuatu) telah kering terhadap apa yang telah ditetapkan. Seandainya semua makhluk hendak mengerjakan sesuatu yang menguntungkan kamu yang tidak ditakdirkan oleh Allah, niscaya mereka tidak akan mampu untuk mengerjakannya, dan seandainya mereka hendak mengerjakan sesuatu yang merugikan kamu yang tidak ditulis oleh Allah atasmu, niscaya mereka tidak akan mampu untuk mengerjakannya. Beramallah hanya karena Allah dengan syukur dan yakin. Ketahuilah bahwa di dalam kesabaran terhadap apa yang tidak kamu ingini itu ada banyak kebaikan. Sesungguhnya di dalam kesabaran itu ada pertolongan, di dalam kesukaran itu ada kelapangan, dan di dalam kesulitan itu ada kemudahan."
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami, Abun Nashr Muhammad bin Muhammad bin Nashruwaih menceritakan kepada kami, Makki bin Ibrahim menceritakan kepada kami dari Al-A'masy, Khaththab, 'Anbasah dan sekitar 50 Syekh menyandarkan hadits ini kepada Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib kw, di mana ia berkata:
"Wahai manusia, jagalah lima hal dari aku, yaitu dua, dua dan satu. Ingatlah, janganlah ada salah seorang di antara kamu takut kecuali kepada dosanya, janganlah sekali-kali ia mengharap kecuali kepada Tuhannya, janganlah merasa malu belajar jika tidak mengerti, janganlah merasa malu untuk mengatakan; “Aku tidak tahu,” jika ia ditanya namun tidak mengerti. Ketahuilah bahwa sabar dalam segala hal itu adalah bagaikan kepala di badan, di mana apabila kepala itu berpisah dari badan, maka rusaklah badan itu, dan apabila sabar itu berpisah dengan segala urusan, maka rusaklah urusan-urusan itu."
Kemudian Ali bin Abi Thalib juga berkata: "Maukah kamu aku tunjukkan orang yang benar-benar mendalami ajaran agama?" Orang-orang menjawab: "Tentu, wahai Amirul Mukminin." Ali berkata: "(Yaitu) orang yang tidak memutuskan harapan orang dari rahmat Allah, orang yang tidak menjamin keselamatan seseorang dari siksaan Allah, orang yang tidak mengajak orang untuk berbuat maksiat kepada Allah, orang yang tidak berani memastikan bahwa orang-orang yang baik itu tentu berada di surga, dan orang-orang yang melakukan maksiat itu tentu berada di neraka, sehingga Tuhan memutuskan mereka. Orang-orang yang baik di antara umat ini janganlah merasa aman dari siksaan Allah SWT, karena Allah berfirman:
"Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi." (QS. Al-A'raf, 7:99)
Demikian juga orang-orang yang berbuat kejahatan di antara umat ini janganlah berputus asa dari rahmat Allah SWT, karena Allah berfirman:
"Sesungguhnya yang berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang kafir." (QS. Yunus, 12:87)
Al-Faqih berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ja'far menceritakan kepada kami, Ibrahim bin Yusuf menceritakan kepada kami, Al-Hakim bin Ya'qub menceritakan kepada kami dari Isa bin Al-Musayyab dari Yazid Ar-Raqqasyi, di mana ia berkata:
"Apabila seseorang masuk kubur (telah dimakamkan), maka shalatnya berdiri di sebelah kanannya, zakat di sebelah kirinya, amal-amal baik menaunginya, dan sabar membela kepadanya, di mana ia berkata kepada yang lain; “Bila kamu bisa membelanya silahkan untuk membelanya, tetapi bila tidak, aku yang akan membelanya.” Di sini terkandung pengertian bahwa sabar merupakan amal yang paling utama, dan Allah Ta'ala berfirman:
"Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas." (QS. Az-Zumar, 39:10)
Diriwayatkan dari Abu Warrad dari Muhammad bin Muslim yang merafa'kannya kepada Nabi saw, di mana ia menceritakan bahwa ada seseorang berkata: Wahai Rasulullah, uangku telah habis dan badanku sakit, kemudian Nabi saw bersabda:
"Tidak ada kebaikan pada seseorang yang hartanya tidak habis dan badannya tidak sakit, sesungguhnya apabila Allah mencintai seseorang, maka Allah mengujinya dan bila Allah mengujinya, maka Allah memberinya kesabaran."
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib kw, bahwasanya ia berkata: "Barang siapa yang dipenjara oleh penguasa, sehingga ia mati, maka ia mati syahid, dan apabila ia dipukul kemudian ia mati, maka ia mati syahid."
Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Sesungguhnya adakalanya seseorang itu mempunyai derajat di sisi Allah yang tidak dapat dicapainya dengan amalnya, sehingga ia diuji dengan cobaan pada badannya, maka dengan cobaan itu ia dapat mencapai derajatnya itu."
Diriwayatkan dalam suatu hadits bahwa ketika turun ayat:
"Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu." (QS. An-Nisa', 4:123)
Maka Abu Bakar berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana bisa merasakan gembira setelah turunnya ayat ini?" Kemudian beliau bersabda:
"Semoga Allah memberi ampunan kepadamu wahai Abu Bakar, bukankah kamu sakit, bukankah kamu menderita gangguan, bukankah kamu merasa sedih? Maka semua itu termasuk apa yang kamu dibalas karenanya."
Maksudnya bahwa semua apa yang kamu derita itu merupakan penebus dosa-dosamu.
Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib kw:
"Ketika ayat ini turun, Rasulullah saw keluar dan bersabda: “Telah turun kepadaku suatu ayat yang bagi umatku lebih baik daripada dunia dan seisinya.” Kemudian beliau membaca ayat; “Man ya'mal su'an yujza bih; Barang siapa mengerjakan kejahatan, niscaya akan dibalas sesuai dengan kejahatan itu.” (QS. An-Nisa', 4:123) Lalu beliau bersabda; “Sesungguhnya apabila seseorang mengerjakan suatu dosa, kemudian menderita kesulitan hidup atau memperoleh musibah di dunia, maka Allah memuliakannya (membebaskannya) untuk menyiksa orang itu yang kedua kalinya.”"
Al-Faqih menjelaskan bahwa seseorang tidak akan dapat mencapai tingkatan orang-orang yang baik, kecuali dengan sabar atas kesulitan dan penderitaan hidup. Allah Ta'ala telah menyuruh NabiNya untuk bersabar, di mana Allah berfirman:
"Maka bersabarlah engkau (Muhammad) sebagaimana kesabaran rasul-rasul yang memiliki keteguhan hati." (QS. Al-Ahqaf, 46:35)
Diriwayatkan dari Khabbab bin Al-Arat ra, bahwasanya berkata: "Kami mendatangi Rasulullah saw yang sedang bersandarkan sorbannya di bawah naungan ka'bah, lalu kami mengeluh kepadanya, di mana kami berkata; “Wahai Rasulullah, kenapa engkau tidak berdoa kepada Allah agar Allah menolong kami?” Beliau lalu duduk dengan muka merah, seraya bersabda;
“Sesungguhnya umat yang sebelum kamu ada yang didatangkan lalu digalikan tanah, kemudian diambilkan gergaji lalu diletakkan di atas kepalanya kemudian (badannya) dibagi dua, namun yang demikian itu tidak memalingkannya dari agama.”"
Diriwayatkan dari Humaid dari Anas ra dari Nabi saw, di mana ia berkata:
"Nanti pada hari kiamat akan didatangkan orang yang paling banyak nikmatnya di bumi ini, lalu dicelupkan sejenak ke dalam neraka, kemudian ia keluar dengan hitam terbakar, lantas ditanyakan kepadanya; “Apakah kamu pernah merasakan kenikmatan sewaktu kamu berada di dunia?” Kemudian ia menjawab; “Tidak, saya selalu berada dalam musibah sejak saya diciptakan.” Dan orang sejenak menderita di dunia didatangkan, lalu dicelupkan sejenak ke dalam surga, kemudian ia keluar bagaikan bulan pada malam purnama, lantas ditanyakan kepadanya; “Apakah kamu pernah merasakan penderitaan?” Ia menjawab; “Tidak, saya selalu berada dalam kenikmatan sejak saya diciptakan.”"
Diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas ra dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Orang yang pertama kali masuk surga adalah orang-orang yang memuji kepada Allah, yaitu orang-orang yang memuji baik dalam keadaan senang maupun susah."
Oleh karena itu, setiap orang wajib untuk bersabar dalam menghadapi kesulitan atau musibah yang menimpa dirinya. Ia hendaknya menyadari bahwa kesulitan atau musibah yang dihindarkan daripadanya itu lebih banyak daripada yang ditimpakan kepadanya, dan untuk itu hendaknya ia selalu bersyukur dengan banyak membaca Al-hamdu lillah. Seseorang hendaknya bisa mengikuti perilaku Nabinya saw dan melihat bagaimana kesabaran beliau di dalam menghadapi gangguan-gangguan orang musrik.
Diriwayatkan dari Amr bin Maimun dari Ibnu Mas'ud ra, di mana ia berkata: "Suatu waktu Rasulullah saw sedang mengerjakan shalat di dekat ka'bah sedangkan Abu Jahal dan kawan-kawannya duduk di situ, dan hari sebelumnya telah disembelih beberapa ekor kambing. Abu Jahal, semoga Allah mengutukmu, lalu berkata; “Sipakah di antara kamu yang mau berdiri mengambil kotoran-kotoran kambing yang disembelih kemarin itu untuk diletakkan pada punggung Muhammad bila ia sujud?” Kemudian orang yang paling celaka bangkit dan mengambil kotoran, dan ketika Nabi saw sujud, ia meletakkan kotoran-kotoran itu pada punggung beliau dan mereka lalu tertawa terbahak-bahak. Saat itu, aku (Ibnu Mas'ud) berdiri dan melihat kejadian itu, lalu aku berkata; “Seandainya aku mempunyai kekuatan, niscaya aku singkirkan kotoran-kotoran itu dari punggung Nabi saw.” Beliau tetap sujud, tidak mengangkat kepala, sampai ada orang yang pergi dan memberitahukan kepada Fatimah ra, dan Fatimah yang masih remaja itu, membuang kotoran-kotoran itu sambil memaki-maki orang kafir itu. Setelah Rasulullah saw selesai mengerjakan shalat, beliau berdoa dengan suara keras; “Wahai Allah, binasakanlah orang-orang Quraisy itu,” tiga kali. Ketika mendengar doa yang beliau ucapkan itu, mereka diam tidak tertawa lagi dan merasa takut akan doa itu. Beliau melanjutkan doanya; “Wahai Allah, binasakanlah Abu Jahal, Uqbah, 'Utbah, Syaibah, Al-Wahid bin Al-Mughirah dan Umayyah bin Khalaf.” Abdullah bin Mas'ud ra berkata; “Demi Dzat yang mengutus Muhammad dengan hak, aku melihat orang-orang yang disebut Nabi saw itu semuanya mati dalam perang Badr.”
Abdullah bin Al-Harts meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, bahwasanya ia berkata: "Salah seorang di antara para nabi ada yang mengeluh kepada Tuhannya, di mana ia berkata; “Wahai Tuhanku, kenapa hamba yang beriman, di mana ia taat kepadaMu dan menjauhkan diri dari maksiat kepadaMu Engkau hindarkan dari dunia bahkan dihadapkan berbagai musibah, sedangkan hamba yang kafir, di mana ia tidak taat kepadaMu dan selalu melakukan maksiat dihindarkan dari berbagai musibah bahkan dunia dilapangkan kepadanya.” Kemudian Allah menurunkan wahyu kepadanya, di mana Allah berfirman; “Sesungguhnya hamba adalah milikKu dan musibah juga milikKu, masing-masing bertasbih dengan memujiKu, maka Aku hindarkan dari dunia dan Aku hadapkan kepadanya berbagai musibah sebagai kaffarat (penebus) dosa-dosanya, sehingga ia bertemu dengan Aku, lalu Aku balas kebaikan-kebaikannya. Sedangkan orang kafir itu mempunyai dosa-dosa, namun aku lapangkan rezekinya dan Aku hindarkan dari musibah, sehingga ia bertemu dengan Aku, lalu Aku balas dosa-dosanya itu.”
Al-Faqih berkata: Abu Ahmad Abdul Wahhab bin Muhammad Al-Fallani di samarkan dengan sanadnya dari Humaid Ath-Thawil, dari Anas bin Malik ra, di mana ia berkata: Rasulullah saw bersabda:
"Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang atau menghendaki untuk dijadikan kekasihNya, maka Allah menuangkan musibah kepadanya dan digerojok dengan derasnya, dan jika ia berdoa kepadaNya, malaikat berkata; “Wahai Tuhanku, ada suara yang baik.” Jika ia berdoa yang kedua kalinya, di mana ia berkata; “Wahai Allah,” maka Alkah Ta'ala berfirman; “Aku sambut doamu dan berbahagialah kamu. Tiadalah kamu memohon sesuatu kepadaKu melainkan Aku berikan kepadamu, atau Aku hindarkan daripadanya apa yang buruk, dan Aku simpan di sisiKu apa yang lebih utama daripada bagimu.” Apabila nanti pada hari kiamat, maka orang-orang yang suka beramal didatangkan lantas ditimbang amal-amalnya, baik itu shalat, puasa, shadaqah maupun haji. Kemudian orang yang sering banyak tertimpa musibah (sewaktu di dunia) di datangkan lantas tidak dipasang timbangan untuk mereka dan tidak digelar buku-buku catatan, dan pahala dituangkan kepadanya sebagaimana musibah dituangkan kepadanya. Orang-orang yang sewaktu di dunia sehat terus ingin seandainya badan mereka digunting-gunting dengan gunting karena mereka melihat pahala yang diberikan kepada orang-orang yang tertimpa musibah (sewaktu di dunia). Itulah maksud firman Allah Ta'ala: “Hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas.” (Az-Zumar, 39:10)
Dalam suatu riwayat diceritakan, bahwa pada zaman dahulu ada orang mukmin dan orang kafir pergi mengail ikan. Orang kafir itu menyebut-nyebut nama berhalanya dan ia mendapatkan ikan yang banyak, sedang orang mukmin itu selalu menyebut-nyebut nama Allah namun tidak mendapatkan ikan, dan menjelang matahari terbenam, ia mendapatkan satu ekor ikan tetapi karena ikan itu bergerak-gerak, maka jatuh lagi ke dalam air. Malaikat yang menjaga orang mukmin itu kecewa, dan ketika malaikat itu naik ke langit, Allah memperlihatkan kepadanya tempat orang mukmin itu di surga, maka malaikat itu berkata: "Demi Allah, penderitaannya di dunia itu sama sekali tidak berarti apa-apa, bila kelak masuk ke dalam surga." Malaikat itu juga diperlihatkan tempat orang kafir itu di dalam neraka, maka malaikat itu berkata: "Demi Allah, kesenangan dunianya itu sama sekali tidak berarti apa-apa, bila kelak ia masuk ke dalam neraka."
Kelak pada hari kiamat, Allah menolak alasan yang diajukan oleh empat macam golongan manusia dengan empat jenis manusia. Pertama, Allah menolak alasan orang kaya dengan Nabi Sulaiman as. Apabila orang kaya itu berkata: "Kekayaanku menyibukkan diriku dari ibadah kepadaMu." maka Allah berfirman: "Kamu tidak lebih kaya daripada Sulaiman, namun kekayaannya itu tidak menghalanginya untuk beribadah kepadaKu." Allah menolak alasan orang yang menjadi budak dengan Nabi Yusuf as. Apabila seorang budak berkata: "Aku adalah seorang budak, dan pekerjaanku itu menghalangi diriku dari ibadah kepadaMu." Maka Allah berfirman: "Kebudakan Yusuf itu tidak menghalanginya untuk beribadah kepadaKu." Allah menolak alasan orang fakir dengan Nabi Isa as. Apabila orang itu berkata: "Kemiskinanku menghalangi diriku dari ibadah kepadaMu." Maka Allah berfirman: "Apakah kamu lebih miskin dari Nabi Isa? Namun demikian Isa tidak pernah terhalang untuk beribadah kepadaKu." Allah menolak alasan orang yang banyak sakitnya dengan Nabi Ayyub as. Apabila orang yang banyak sakitnya itu berkata: "Sakit itu menghalangi diriku dari ibadah kepadaMu." Maka Allah berfirman: "Apakah sakitmu melebihi sakitnya Ayyub? Namun demikian Ayyub tidak pernah terhalang untuk beribadah kepadaKu." Oleh karena itu, nanti pada hari kiamat tidak ada satu orang pun yang dapat beralasan di hadapan Allah Ta'ala.
Orang-orang yang shalih senang dengan sakit dan kesulitan hidup, karena ujian itu menjadi kaffarat (penebus) dosa-dosanya.
Diceritakan dari Abud Darda ra, bahwasanya ia berkata: "Orang-orang tidak senang fakir, namun aku menyenanginya, orang-orang tidak senang mati, namun aku menyenanginya, orang-orang tidak senang sakit, namun aku menyenanginya sebagai kaffarat (penebus) bagi dosa-dosaku. Aku senang fakir karena menyebabkan tawadhu' kepada Tuhanku, dan aku senang mati karena rindu kepada Tuhanku."
Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud ra dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Ada tiga hal yang barang siapa dikaruniai ketiganya, maka ia benar-benaq dikaruniai kebaikan dunia dan akhirat. (Ketiga hal itu adalah); Ridha dengan qadha', sabar terhadap musibah, dan berdoa di waktu senang."
Al-Faqih berkata: Abu Ja'far menceritakan kepada kami dengan sanadnya dari Abu Hurairah ra, di mana ia berkata:
"Ada seseorang yang datang kepada Nabi saw sewaktu beliau sedang berbaring, kemudian ia bertanya kepada beliau; “Apa yang menyebabkan engkau sakit?” Beliau menjawab; “Lapar.” Lantas orang itu menangis, lalu keluar untuk bekerja di mana ia mengambilkan air untuk seseorang dengan upah sebutir kurma setiap timba, kemudian ia datang lagi kepada Nabi saw dengan membawa sedikit kurma. Beliau lalu bersabda; “Aku berpendapat bahwa kamu tidak melakukan pekerjaan itu, melainkan karena kamu cinta kepadaku.” Ia menjawab; “Benar, demi Allah, aku benar-benar mencintaimu.” Beliau bersabda; “Bila kamu benar, maka siap-siaplah menghadapi musibah dengan baju yang tebal. Demi Allah sesungguhnya musibah itu lebi cepat (datangnya) kepada orang yang cinta kepadaku daripada datangnya air bah dari atas gunung ke dalam jurang.”"
Diriwayatkan dari Amir ra dari Nabi saw, di mana beliau bersabda:
"Apabila kamu melihat seseorang dikaruniai oleh Allah Ta'ala apa yang dia inginkan, padahal ia terus-menerus melakukan maksiat kepadaNya, maka ketahuilah bahwa yang demikian itu merupakan istidraj (untuk mempesonakan dirinya, nglulu), kemudian beliau membaca firman Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung; “Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka secara tiba-tiba, maka ketika itu mereka terdiam putus asa.”" (QS. Al-An'am, 6:44)
Abu Hurairah ra meriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya ketika beliau ditanya tentang siapakah orang yang paling banyak tertimpa musibah, beliau menjawab:
"Para nabi, kemudian orang-orang yang shalih, lantas orang-orang yang serupa, lalu orang-orang yang serupa."
Ada yang mengatakan bahwa tiga macam perbuatan termasuk dalam perbendaharaan kebaikan, yaitu: Menyembunyikan shadaqah, menyembunyikan sakit, dan menyembunyikan musibah.
Diceritakan dari Wahb bin Munabbih, di mana ia berkata: "Aku mencatat dari kitab salah seorang hawariyyin, yang isinya; “Apabila kamu tertimpa musibah, maka senangkan hatimu karena sesungguhnya kamu sedang berjalan di jalan para nabi dan orang-orang yang shalih. Apabila kamu sedang ditimpa kesenangan maka tangisilah dirimu karena kamu berjalan di jalan yang berbeda dari jalan para nabi dan orang-orang shalih.” Diriwayatkan bahwa Allah Ta'ala menurunkan wahyu kepada Nabi Musa bin Imran as dengan maksud yang serupa.
Diceritakan dari Fathul Maushili, di mana ketika ia ditimpa musibah, ia berdoa: "Wahai Tuhan, seandainya saya tahu karena perbuatan apa saya mendapatkan musibah ini, niscaya saya akan melakukan perbuatan itu lebih banyak lagi."
Diriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Barang siapa yang sedikit hartanya tetapi banyak keluarganya, shalatnya baik, dan tidak pernah mengumpat kaum muslimin, maka nanti pada hari kiamat datang bersama aku seperti ini." Beliau menghimpunkan jari telunjuk dan jari tengah."
Diriwayatkan dari Mujahid dari Abu Hurairah ra, di mana ia berkata:
"Demi Dzat yang tiada Tuhan kecuali Dia, sesungguhnya kadang-kadang aku terpaksa menekan perutku di tanah karena lapar, dan kadang-kadang aku terpaksa meletakkan batu pada perutku karena lapar. Pada suatu hari aku duduk di jalan yang biasa dipergunakan untuk lewat orang, lantas Abu Bakar lewat lalu aku menanyakan kepadanya tentang salah satu ayat Al-Qur'an yang sebenarnya aku tidak ingin bertanya melainkan agar ia mengajak aku ke rumahnya, namun ia pergi tidak mengajak aku. Kemudian Umar lewat, lalu aku tanyakan kepadanya tentang salah satu ayat Al-Qur'an yang sebenarnya aku tidak ingin bertanya melainkan agar ia mengajak aku ke rumahnya, namun ia pergi tidak mengajak aku. Kemudian Nabi saw lewat lalu tersenyum ketika melihat aku dan mengetahui apa yang ada dalam hatiku, lantas beliau bersabda; “Wahai Abu Hurairah.” Aku menjawab; “Labbaik ya Rasulullah.” Beliau bersabda; “Ikuti aku.” Beliau berjalan dan aku mengikutinya. (Setelah sampai di rumah beliau), aku mohon izin (untuk masuk) lalu beliau mengizinkan aku, maka aku pun masuk, dan di situ aku lihat ada susu yang berada di mangkok, lantas beliau bertanya; “Dari mana susu ini?” Orang yang berada di rumah menjawab; “Si Fulan atau Fulanah menghadiahkan untukmu.” Beliau bersabda; “Wahai Abu Hurairah.” Aku menjawab; “Labbaik ya Rasulullah.” Beliau bersabda; “Pergilah ke ahli shuffah dan panggilah mereka untuk kemari.” Perintah itu terasa berat bagiku, lalu aku berkata; "Apakah artinya susu itu bila ahli shuffah datang, aku lebih pantas untuk mendapatkan susu itu untuk diminum sehingga bisa menguatkan badanku, akan tetapi tidak boleh tidak harus taat kepada Allah dan taat kepada rasulNya. Maka sampailah aku, dan aku mengundang mereka. Mereka datang (ke rumah beliau), lalu minta izin (untuk masuk) dan beliau pun mengizinkannya, lantas mereka duduk. Beliau bersabda; “Wahai Abu Hurairah, ambillah mangkok susu itu dan berikan kepada mereka.” Lalu aku mengambil mangkok itu dan aku berikan kepada orang (ahli shuffah) itu, lantas ia meminumnya hingga puas, kemudian mangkok itu diedarkan ke yang lain, hingga akhirnya kepada Nabi saw setelah mereka merasa puas, beliau mengambil mangkok itu dan mengangkatnya seraya bersabda; “Wahai Abu Hurairah.” Aku menjawab; “Labbaik ya Rasulullah.” Beliau bersabda; “Tinggal aku dan kamu.” Aku menjawab; “Benar, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda; “Duduk, dan minumlah.” maka aku pun duduk dan minum. Beliau bersabda; “Minumlah.” maka aku pun minum. Beliau terus-menerus menyuruh aku untuk meminumnya sampai akhirnya aku berkata; “Demi Dzat yang mengutus engkau dengan benar sebagai nabi, sudah tidak ada tempat lagi.” Kemudian kuserahkan kembali mangkok itu kepada beliau, lantas Nabi saw memuji kepada Allah dan meminum sisa susu itu."
Al-Faqih mengatakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw itu berada dalam kesulitan karena gangguan orang-orang kafir dan kelaparan, namun mereka sabar menghadapi semua itu, sehingga Allah memberi kelapangan kepada mereka. Setiap orang yang sabar akan diberi kelapangan oleh Allah, dan sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
Orang-orang yang shalih merasa senang dengan adanya kesulitan hidup karena mereka mengharap pahalanya. Diriwayatkan dari Utsman bin Abdul Hamid bin Lahiq dari ayahnya dari kakeknya dari Muslim bin Yasar, di mana ia berkata: "Aku datang ke Bahrain dan dijamu oleh seorang perempuan yang kaya, banyak anak dan banyak budak, namun aku melihat dia itu sedih. Ketika aku pamitan untuk pergi, ia bertanya kepadanya; “Apakah ada pesan?” Dia menjawab; “Ya, jika kamu datang lagi, mampirlah ke rumahku ini.” Kemudian aku meninggalkan dalam waktu sekian lama, lantas aku datang lagi kepadanya, namun aku tidak melihat budak-budak yang menunggu di depan pintunya, lalu aku minta izin untuk masuk, saat itu dia kelihatan gembira dan berseri. Aku bertanya kepadanya; “Bagaimana keadaannya?” Dia menjawab; “Sejak kepergianmu dari sini, setiap kali aku mengirimkan dagangan yang ada di darat selalu merugi, sehingga budak-budak dan anak-anakku habis.” Aku berkata kepadanya; “Semoga Allah mengasihi kamu. Waktu itu aku melihat kamu sedih, akan tetapi kini kamu kelihatan senang.” Dia menjawab; “Benar, ketika aku mempunyai banyak dunia yang melimpah, aku takut bila kebaikan-kebaikanku dibayar kontan oleh Allah di dunia ini, akan tetapi ketika harta, anak-anak dan budak-budakku telah habis, aku berharap semoga Allah menyediakan simpanan kebaikan di akhirat, maka aku merasa senang.”
Al-Hasan Al-Bashri meriwayatkan bahwa ada salah seorang sahabat melihat seorang perempuan yang dikenalnya sejak zaman Jahiliyah, kemudian ia menyapanya, lantas ia ditinggalkan perempuan itu. Sahabat itu menoleh pada perempuan itu, sehingga mukanya terbentur tembok. Dengan muka yang masih ada bekas benturan itu, ia datang kepada Nabi saw dan menceritakan peristiwa itu kepada beliau, kemudian beliau bersabda:
"Apabila Allah menghendaki kebaikan kepada seseorang, maka Allah menyegerakan siksanya di dunia."
Dari Ali bin Abi Thalib kw, bahwasanya ia berkata: "Maukah kamu aku beri tahu ayat Al-Qur'an yang paling bisa memberi harapan?" Mereka menjawab: "Tentu." Kemudian Ali membacakan ayat:
"Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Asy-Syura', 42:30)
Sebenarnya musibah-musibah di dunia ini tidak lain merupakan akibat dari dosa-dosa yang dikerjakan oleh orang bersangkutan. Apabila Allah telah menyiksanya di dunia, maka Allah tidak mengulangi lagi siksaanNya di akhirat nanti, dan apabila Allah memaafkannya, maka nanti pada hari kiamat Allah tidak akan menyiksanya.
Aisyah ra meriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Tiada satu musibah yang menimpa orang yang beriman sampai-sampai tertusuk duri, bahkan yang lebih ringan daripadanya, melainkan Allah menghapus satu dosa daripadanya."