Quantcast
Channel: MENTARI SENJA
Viewing all articles
Browse latest Browse all 238

SHILATURRAHMI (Mempererat Tali Persaudaraan)

$
0
0

Al-Faqih berkata: Abul Qasim Abdur Rahman bin Muhammad menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Faris bin Marduwih menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Muhammad bin Ubaid Ath-Thanafasi menceritakan kepada kami dari Amr bin Utsman dari Musa bin Thalhah dari Aby Ayyub ra, di mana ia berkata: Ada seorang Badui menghadang Nabi saw lantas memegang kendali unta beliau seraya berkata: "Wahai Rasulullah, beritahukanlah kepadaku amalan apakah yang dapat memdekatkan aku ke surga dan menjauhkan aku dari neraka." Beliau bersabda:
"Kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mempererat tali persaudaraan."

Al-Faqih berkata: Al-Hakim Abul Hasan Ali As-Sardari menceritakan kepada kami, di mana dia berkata: Abu Muhammad Abdullah bin Al-Ahwash menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Al-Husain bin Ali bin Affan menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Hani bin Said An-Nakha'i menceritakan kepada kami dari Salman bin Yazid dari Abdullah bin Abu Aufa ra, di mana ia berkata:
"Pada suatu hari Arafah kami duduk di hadapan Rasulullah saw, kemudiau beliau bersabda; “Janganlah duduk bersama aku orang yang sore ini memutuskan tali persaudaraan, hendaklah ia berdiri dan (pergi) dari tengah-tengah kami.” Tidak seorang pun yang berdiri dan (pergi), kecuali seseorang yang berada di lingkaran yang paling jauh meninggalkan tempat itu, kemudian ia kembali lagi. Rasulullah bertanya kepadanya; “Ada apa dengan dirimu, karena tidak ada seorang pun yang berdiri dan (pergi) dari lingkaran ini, kecuali kamu?” Orang itu menjawab: “Wahai Nabi Allah, begitu aku mendengar apa yang engkau sabdakan, aku langsung menemui bibiku yang memutuskan tali persaudaraan, lalu bibiku berkata; 'Kenapa kamu datang, kedatanganmu ini cukup mengherankan.' kemudian saya memberitahukan kepada bibiku tentang apa yang engkau sabdakan, lantas ia meminta maaf kepadaku dan aku minta maaf kepadanya.” Nabi saw bersabda; “Baguslah kamu kalau begitu, duduk, ingatlah bahwa rahmat itu tidak akan turun pada sesuatu kaum yang di dalamnya ada orang yang memutuskan tali persaudaraan.”

Al-Faqih mengatakan bahwa hadits tersebut menjelaskan bahwa memutuskan tali persaudaraan itu merupakan dosa besar, karena bisa mencegah datangnya rahmat bagi dirinya dan kawan-kawannya.

Oleh karena itu, setiap muslim wajib bertaubat dari memutuskan tali persaudaraan, cepat-cepat mohon ampun kepada Allah Ta'ala dan menyambung tali persaudaraan, menjelaskan bahwa mempererat tali persaudaraan itu bisa mendekatkan seseorang ke dalam rahmat Allah dan menjauhkan dari neraka.

Diriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Tidak ada perbuatan baik yang lebih cepat pahalanya daripada mempererat tali persaudaraan, dan tidak ada dosa yang lebih pantas diseperakan oleh Allah siksaannya di dunia, disamping siksaan yang disimpan di akhirat daripada berbuat aniaya dan memutuskan tali persaudaraan."

Al-Faqih berkata: Abul Qasim Abdur Rahman bin Muhammad menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Faris bin Marduwih menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Muhammad bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Al-Hajjaj bin Artha'ah menceritakan kepada kami dari Amr bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya, di mana ia berkata:
"Aku mempunyai famili yang aku hubungi, tetapi mereka memutuskan hubungan denganku, aku memaafkan mereka tetapi mereka menganiaya aku, aku berbuat baik, tetapi mereka berbuat jahat kepadaku, maka apakah boleh aku membalas perbuatan mereka dengan perbuatan yang sama?" Beliau menjawab: "Tidak, kalau begitu, maka semuanya sama-sama tidak baik, akan tetapi hendaknya kamu tetap mengambil sikap yang utama dan tetap menghubungi mereka. Jika kamu melakukan yang demikian itu, maka kamu akan senantiasa memperoleh pertolongan dari Allah."

Dikatakan bahwa ada tiga hal yang termasuk akhlak ahli surga yang tidak terdapat kecuali pada orang yang mulia yaitu: Berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya, memaafkan orang yang menganiaya kepadanya, dan pemurah kepada orang yang kikir kepadanya.

Al-Faqih berkata: Abul Qasim menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Faris menceritakan kepada kami, di mana ia berkata: Ashram bin Hausyab menceritakan kepada kami dari Abu Sinan dari Adl-Dlahak bin Muzahim di dalam menafsirkan ayat:
"Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki." (QS. Ar-Ra'd, 13:39)

Yaitu bahwa bisa jadi seseorang yang umurnya tinggal tiga hari, kemudian karena bershilaturrahmi, maka Allah menambah umurnya menjadi 30 tahun, dan bisa jadi seseorang yang mestinya umurnya 30 tahun karena memutuskan tali persauda raan, maka Allah memendekkannya menjadi tiga hari.

Tsauban meriwayatkan dari Rasulullah saw, bahwasanya beliau bersabda:
"Tidak ada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tidak ada yang bisa menambah umur kecuali perbuatan baik, dan adakalanya seseorang itu terhalang dari rezeki karena dosa yang dilakukannya."

Ibnu Umar ra berkata: "Barang siapa yang bertakwa kepada Tuhannya dan mempererat tali persaudaraan, maka diperpanjang umurnya, ditambah hartanya, dan disenangi familinya."

Al-Faqih mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai tambahnya umur. Sebagian ulama berpendapat sesuai dengan hadits di atas, yaitu orang yang mempererat tali persaudaraan akan ditambah umurnya. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa umur seseorang yang telah ditentukan oleh Allah itu tidak akan bisa bertambah, karena Allah Ta'ala berfirman:
"Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun." (QS. Al-A'raf, 7:34)
Akan tetapi yang dimaksud bertambahnya umur adalah bahwa pahalanya tetap dicatat sesudah ia mati, dan jika pahalanya tetap dicatat sesudah ia mati, maka seolah-olah ia bertambah umurnya.

Sa'id meriwayatkan dari Qatadah, bahwasanya ia berkata: Nabi saw menuturkan kepada kami, di mana beliau bersabda:
"Bertakwalah kamu kepada Allah dan pereratlah tali persaudaraan, karena sesungguhnya hal itu akan tetap (membawa kebaikan) bagimu di dunia dan kebaikan bagimu di akhirat."

Dikatakan bahwa apabila kamu mempunyai kerabat lantas kamu tidak pernah mengunjunginya dan tidak pernah membantunya dengan harta, maka berarti kamu telah memutuskan hubungan dengannya.

Di dalam shuhuf yang diturunkan oleh Allah STW, disebutkan sebagai berikut:
"Wahai anak Adam, pereratlah persaudaraanmu dengan harta, dan bila kamu merasa sayang (kikir) dengan hartamu atau hartamu hanya sedikit, maka berjalanlah kepadanya dengan kakimu (kunjungilah)."

Nabi saw bersabda:
"Pereratlah tali persaudaraanmu walaupun hanya dengan ucapan salam."

Maimun bin Mahran berkata: Ada tiga hal yang tidak boleh dibedakan antara muslim dak kafir, yaitu:

  1. Siapa yang baik berjanji kepada muslim atau kepada kafir, maka ia harus menepatinya, karena sesungguhnya janji itu berhubungan dengan Allah.
  2. Siapa yang mempunyai sanak famili baik ia muslim atau pun kafir, maka ia harus mempererat persaudaraan.
  3. Siapa yang diberi kepercayaan baik oleh muslim atau pun kafir, maka ia harus menunaikannya

Ka'bul Ahbar berkata: Demi Dzat yang membelah laut untuk Nabi Musa as dan Bani Isra'il, sesungguhnya di dalam Taurat tertulis:
"Bertakwalah kamu kepada Tuhanmu, berbaktilah kepada orang tuamu, pereratlah tali persaudaraanmu, niscaya Aku panjangkan umurmu, Aku mudahkan dalam urusan harta, dan Aku jauhkan kamu dari kesulitan."

Allah Ta'ala telah memerintahkan untuk mempererat tali persaudaraan melalui beberapa ayat dalam Al-Qur'an, di antaranya sebagai berikut:
"Bertakwalah kepada Allah yang dengan namaNya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan." (QS. An-Nisa', 4:1)

Maksudnya, bertakwalah kamu kepada Allah, Dzat yang dengan mempergunakan namaNya kamu saling meminta pertolongan dalam banyak hal dan peliharalah hubungan yang baik dengan sanak famili, dan janganlah kamu memutuskan hubungan itu.

Dalam ayat yang lain disebutkan:
"Dan berikanlah haknya kepada yang dekat." (QS. Al-Isra', 17:26)

Maksudnya, berikanlah hak mereka itu yang berupa hubungan persaudaraan dan perbuatan baik.

Dalam ayat yang lain Allah Ta'ala berfirman:
"Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbua kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran." (QS. An-Nahl', 16:90)

Maksudnya, Allah menyuruh kita untuk mengesakanNya, yakni dengan mempersaksikan bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah, menyuruh kita untuk berbuat baik kepada sesama manusia dan memaafkan mereka, mempererat tali persaudaraan, serta melarang kita dari berbuat maksiat dan segala perilaku yang tidak dituntunkan oleh syariat.

Diriwayatkan dari Utsman bin Madh'un, bahwasanya ia berkata: Rasulullah saw adalah sahabat karibku, dan waktu itu aku masuk Islam karena merasa malu kepada Rasulullah saw, karena beliau selalu mengajak aku untuk masuk Islam, maka aku pun masuk Islam, namun sebenarnya hatiku belum mantap terhadap Islam. Pada suatu hari aku duduk di hadapan beliau, di mana beliau bersabda kepadaku, namun ia berpaling kepadaku seolah-olah beliau berbicara dengan orang lain yang berada di sampingnya, kemudian beliau m enatap aku lagi seraya bersabda:
"Malaikat Jibril as baru saja datang kepadaku." Lantas beliau membaca ayat tersebut di atas. Aku merasa sangat senang dan Islam mulai benar-benar meresap dalam hatiku. Aku lantas bangkit dari hadapan beliau dan mendatangi paman beliau. Abi Thalib, dan berkata kepadanya: "Aku baru saja bersama dengan keponakanmu, kemudian turunlah ayat, Innallaha ya'muru......" (QS. An-Nahl, 16:90) Abi Thalib berkata: "Ikutilah Muhammad, niscaya kamu akan beruntung dan mendapat petunjuk. Demi Allah sesungguhnya keponakanku selalu menyuruh untuk melakukan akhlak yang mulia. Apa pun keadaannya, baik ia benar atau dusta, ia tidak pernah mengajak kamu melainkan kepada kebaikan." Utsman menyampaikan hal itu untuk masuk Islam, maka ia pun pergi menemuinya dan mengajaknya untuk masuk Islam, namun pamannya menolak, lantas turunlah ayat:
"Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk nepada orang yang Dia kehendaki." (QS. Al-Qasas, 28:56)
Di dalam ayat tersebut, terkandung adanya harapan Rasulullah saw kepada anak kerabatnya (yakni pamannya) untuk masuk Islam.

Dalam ayat yang lain, Allah berfirman:
"Maka apakah sekiranya kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk Allah, lalu dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya." (QS. Muhammad, 47:22-23)

Diriwayatkan bahwa ketika Allah Ta'ala menciptakan kerabat, Allah berfirman:
"Aku adalah Dzat Yang Maha Pemurah dan kamu adalah kekerabatan. Aku akan memutuskan orang yang memutuskanmu, dan Aku akan menghubungkan orang yang menghubungkanmu."

Dikatakan bahwa kekerabatan itu digantung di 'arasy, di mana pada waktu siang dan malam selalu berdoa:
"Wahai Tuhanku, hubungkanlah orang yang menghubungkanku karena Engkau, dan putuskanlah orang yang memutuskanku karena Engkau."

Al-Hasan Al-Bashri berkata: "Jika manusia telah menonjol-nonjolkan ilmu pengetahuah, menyia-nyiakan amal, saling berkasih sayang hanya dengan lidah (ucapan), saling benci membenci di dalam hati dan saling memutuskan hubungan persaudaraan, maka Allah akan mengutuk mereka, menulikan pendengarannya mereka, membutakan penglihatan mereka."

Al-Faqih berkata: Ayahku menceritakan kepadaku, Muhammad bin Hamzah bin Muhammad Abul Husain Al-Fira' Al-Faqih menceritakan kepadaku, di mana ia berkata: Abu Bakar Ath-Thusi menceritakan kepadaku, di mana ia berkata: Hamid bin Yahya Al-Balkhi menceritakan kepadaku, di mana ia berkata: Yahya bin Sulaim menceritakan kepadaku, di mana ia berkata:
"Sewaktu kami berada di Makkah, ada seseorang yang berasal dari Khurasan dan ia adalah orang yang shalih, di mana orang-orang suka menitipkan barang kepadanya. Waktu itu ada seseorang yang menitipkan 10.000 dinar kepadanya dan orang itu pergi karena ada urusan. Ketika orang itu kembali ke Makkah, orang Khurasan yang dititipi uang itu telah mati. Orang itu bertanya kepada istrinya dan anaknya tentang uang yang dititipkannya itu, tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahuinya. Ia lalu menanyakan permasalahannya itu kepada para ulama Makkah yang kebetulan waktu itu sedang bermusyawarah. Ia berkata kepada para ulama: “Aku menitipkan uang 10.000 dinar kepada Fulan, dan dia kini sudah meninggal dunia, lalu aku menanyakan kepada istri dan anaknya, namun tidak ada seorang pun di antara mereka yang mengetahuinya, lalu apa yang harus aku lakukan?” Para ulama berkata: “Kami berharap semoga orang Khurasan yang dititipi uang itu termasuk ahli surga. Bila telah lewat tengah talam, datanglah kamu ke sumur Zamzam, dan panggilah; 'Wahai Fulan bin Fulan, aku adalah orang yang dulu menitipkan uang kepadamu,'" ia melakukan hal itu tiga malam berturut-turut, namun tidak pernah ada jawaban. Ia lantas mendatangi ulama tadi dan memberitahukan hal itu. Para ulama lalu berkata; “Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un. Kami khawatir bila temanmu itu ahli neraka. Bila demikian datanglah ke Yaman, di sana ada suatu lembah yang bernawa Burhut yang di dalamnya ada sebuah sumur dan panggilah; 'Wahai Fulan bin Fulan, aku adalah orang yang dulu menitipkan uang kepadamu'.” Maka ia pun melaksanakan apa yang mereka pesankan. Baru pada panggilan yang pertama, ia mendapat jawaban. Ia lalu berkata; “Aduh kasihan, apa yang menyebabkan kamu berada di sini, padahal kamu adalah orang yang banyak melakukan kebaikan.” Orang itu menjawab; “Aku mempunyai keluarga yang berada di Khurasan dan aku memutuskan hubungan dengan mereka sampai aku mati, maka Allah menghukum aku dengan hukuman seperti ini dan menempatkan aku di tempat ini. Sedangkan mengenai titipanmu, aku memang tidak menitipkan kepada anakku. Aku memendam uang itu di dalam rumah, maka katakanlah kepada anakku agar kamu dapat masuk ke dalam rumah lalu gali dan ambilah uang itu, niscaya kamu akan mendapatkan kembali uang itu.” Maka ia pun kembali menuju rumah orang Khurasan itu dan ia pun menemukan kembali uang yang dimaksud."

Al-Faqih berkata: "Apabila seseorang itu dekat dengan sanak kerabatnya, maka hendaknya ia mempererat tali persaudaraan dengan membawa hadiah dan berkunjung kepada mereka. Apabila ia tidak bisa mempererat tali persaudaraan dengan harta, maka cukup bila ia berkunjung kepada mereka dan membantu pekerjaan mereka bila mereka membutuhkan bantuan. Apabila sanak kerabatnya jauh-jauh, maka hendaknya ia mempererat persaudaraan dengan mengirim surat, dan akan lebih baik bila sekali-kali bisa mengunjungi mereka."

Perlu diketahui bahwa di dalam shilaturrahmi itu ada 10 keuntungan, yaitu;

  1. Memperoleh keridhaan Allah, karena shilaturrahmi itu diperintahkan olehNya.
  2. Menggembirakan sanak kerabatnya, karena diriwayatkan dalam salah satu hadits bahwa: "Perbuatan yang paling utama adalah menggembirakan orang yang beriman."
  3. Para malaikat merasa gembira, karena mereka bergembira bila ada orang yang bershilaturrahmi.
  4. Mendapat pujian yang baik dari segenap kaum muslimin.
  5. Menyedihkan iblis yang terkutuk.
  6. Menambah umur.
  7. Menambah berkah dalam rezekinya.
  8. Menyenangkan orang-orang yang telah meninggal dunia, karena nenek moyangnya merasa senang dengan adanya shilaturrahmi yang dilakukan anak cucunya.
  9. Menambah kasih sayang.
  10. Menambah pahala setelah ia mati, karena mereka akan tetap mendoakannya walaupun ia telah mati selama mereka ingat kebaikan yang ia lakukan buat mereka.

Anas bin Malik ra berkata: Ada tiga kelompok manusia yang nanti pada hari kiamat akan berada di bawah naungan 'arasy Allah, yaitu:

  1. Orang yang bershilaturrahmi, di mana umurnya akan diperpanjangkan oleh Allah dan kuburnya akan dilapangkan, serta dikaruniai rezeki yang banyak.
  2. Orang perempuan yang ditinggal mati suaminya dengan meninggalkan anak-anak yatim, lalu ia mengasuh anak-anak yatim itu sampai menjadi orang yang mampu berdiri sendiri atau meninggal dunia.
  3. Orang yang memasak masakan, lalu mengundang anak-anak yatim dan orang-orang miskin untuk makan.

Al-Hasan meriwayatkan dari Rasulullah saw, di mana beliau bersabda:
"Seseorang tidak melangkahkan kaki yang lebih disukai oleh Allah daripada dua macam langkah, yaitu; langkah menuju shalat fardhu, dan langkah untuk (mendatangi) saudara yang muhrim."

Dikatakan bahwa ada lima macam perbuatan yang barang siapa senantiasa melakukannya, niscaya kebaikannya akan ditambah sebesar gunung dan rezekinya akan dilapangkan oleh Allah. Lima macam perbuatan yang dimaksud adalah:

  1. Orang yang selalu bershadaqah sedikit ataupun banyak.
  2. Orang yang mempererat tali persaudaraan.
  3. Orang yang berjuang pada jalan Allah.
  4. Orang yang selalu berada dalam keadaan wudhu dan sewaktu berwudhu hemat dalam menggunakan air.
  5. Orang yang berbakti kepada dua orang tuanya dan selalu patuh kepada keduanya.

Wallahu a'lam.


---o0o---



Viewing all articles
Browse latest Browse all 238

Trending Articles