Quantcast
Viewing all articles
Browse latest Browse all 238

RIDHA


Al-Faqih berkata: Ayahku menceritakan kepada kami, Al-Abbas bin Al-Fadl menceritakan kepada kami, Musa bin Nashr Al-Hanafi menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ziyad Al-Kufi menceritakan kepada kami dari Maimun bin Mahran, bahwasanya ia berkata:
"Umar bin Abdul Aziz menyuruh saya untuk datang kepadanya dua kali setiap bulan. Pada suatu hari saya datang kepadanya, dan ia melihat saya dari atas lotengnya, lalu saya dipersilakan sebelum sampai di depan pintu. Saya lantas masuk sebagaimana biasanya, dan waktu itu ia duduk di atas permadani dan sandarannya sambil mengangkat pakaiannya, lalu saya mengucapkan salam kepadanya dan ia pun menjawabnya sambil menyuruh saya untuk duduk di dekatnya. Ia menanyakan kepada saya tentang para gubernur, walikota, polisi, penjara dan siar Islam, lalu menanyakannya tentang diri saya sendiri. Ketika saya bangkit mau keluar, saya sempat bertanya; “Wahai Amirul Mukminin, apakah di dalam rumahmu ini tidak ada orang yang bisa dipercaya untuk mengawasi masalah ini?” Umar menjawab: “Wahai Maimun untuk masalah dunia aku cukup mempercayakan kepadamu. Hari ini kamu di sini, besok mungkin berada di tempat lain.” Kemudian saya keluar dan meninggalkanny.

Abu Manshur bin Abdullah Al-Fara'idli di Samarkand menceritakan kepada kami dengan sanadnya dari Qatadah, bahwa di dalam menafsirkan ayat:
"Padahal apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah." (QS. An-Nahl, 16:58), Qatadah berkata:
"Ini adalah kelakuan orang-orang musyrik Arab. Allah memberitahukan kepada kita tentang kebusukan kelakuan mereka. Sedangkan orang mukmin, maka ia benar-benar ridha dengan apa yang telah terjadi pemberian Allah. Keputusan Allah itu lebih baik daripada keputusan seseorang untuk dirinya sendiri. Apa yang telah menjadi keputusan Allah itu yang mungkin tidak kamu senangi itu lebih baik daripada keputusanmu sendiri yang kamu senangi. Bertakwalah kepada Allah dan ridhalah terhadap keputusanNya."

Pendapat tersebut sesuai dengan firman Allah Ta'ala:
"Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyenangi sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah, 2:216)
Maksudnya kamu tidak mengetahui mana yang baik bagi kamu apakah itu kebaikan yang berkaitan dengan urusan dunia maupun yang berkaitan dengan urusan akhirat. Oleh karena itu, kamu harus ridha menerima apa yang telah ditentukan oleh Allah untuk kamu.

Salah seorang cendekiawan berkata:
"Tempat tinggal kita itu ada empat, yaitu; hidup kita di dunia, berhenti kita di kubur, berdiri kita di padang Mahsyar, dan tempat kembali yang kekal abadi. Perumpamaan hidup di dunia adalah seperti orang yang mengerjakan ibadah haji di waktu sore yang siap berangkat (ke 'Arafah), di mana mereka tidak tenang dan tidak perlu membongkar-bongkar bawaan, karena akan segera pergi. Perumpamaan berhenti di kubur adalah seperti berhenti di suatu tempat untuk istirahat dan meletakkan beban sehari atau semalam yang kemudian akan melanjutkan perjalanan. Perumpamaan berdiri di padang Mahsyar adalah seperti berhenti di Maklah, yang merupakan tempat berkumpul semua manusia dari segala penjuru dunia untuk mengerjakan ibadah haji, yang kemudian mereka akan terpencar-pencar ada yang ke kanan dan ke kiri. Demikian pula nanti pada hari kiamat, di mana setelah selesai perhitungan amal, sebagian dari mereka pergi menuju surga dan sebagian lagi pergi ke neraka."

Syaqiq bin Ibrahim berkata:
"Saya telah bertanya kepada 700 orang alim tentang lima hal, dan semua menjawab dengan jawaban yang sama. Pertama, sewaktu saya bertanya; “Siapakah orang yang berakal sehat itu?” Mereka menjawab; “Orang yang tidak cinta pada dunia.” Kedua, sewaktu saya bertanya; “Siapakah orang yang cerdik?” Mereka menjawab; “Orang yang tidak terbuai oleh dunia.” Ketiga, sewaktu saya bertanya; “Siapakah orang yang kaya?” Mereka menjawab; “Orang yang ridha dengan apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.” Keempat, sewaktu saya bertanya; “Siapakah orang yang 'alim (memahami benar tentang agama)?” Meseka menjawab; “Orang yang tidak meminta lebih banyak dari apa yang ada.” Kelima, sewaktu saya bertanya; “Siapakah orang yang kikir itu?” Mereka menjawab; “Orang yang tidak menunaikan hak Allah dalam masalah harta.”"

Ada yang mengatakan bahwa murka Allah Ta'ala terhadap hambaNya itu dalam tiga hal, yaitu:

  1. Tidak memperhatikan apa yang diperintahkan oleh Allah.
  2. Tidak ridha dengan apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
  3. Meminta sesuatu, lalu tidak terpenuhi lantas marah kepada Tuhan.

Di dalam menafsirkan ayat:
"Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonlah tangan keduanya." (QS. Al-Ma'idah, 5:38)
Para ulama ahli fiqih menyatakan bahwa barang siapa yang mencuri sepuluh dirham, maka tangannya harus dipotong. Pemotongan tangan karena mencuri sepuluh dirham itu bukan berarti tangan seseorang dinilai dengan sepuluh dirham, akan tetapi di sini terkandung dua maksud, yaitu;

  1. Karena melanggar kehormatan sesama kaum muslimin.
  2. Karena ia tidak ridha dengan apa yang telah diberikan oleh Allah kepadanya, dan mengambil harta orang lain.
Oleh karena itu, Allah Ta'ala memerintahkan supaya tangannya dipotong sebagai balasan terhadap apa yang ia lakukan agar menjadi pelajaran bagi orang lain, supaya ridha terhadap apa yang diberikan oleh Allah. Karena ridha itu termasuk akhlak para nabi dan orang-orang shalih.

Diriwayatkan dari Abu Darda' ra, bahwasanya ia berkata:
"Ada 12 perilaku yang termasuk akhlak para nabi, yaitu:

  1. Mereka percaya benar terhadap janji Allah.
  2. Mereka tidak mengharap kepada sesama makhluk.
  3. Mereka melawan setan.
  4. Mereka benar-benar tekun di dalam melaksanakan segala urusan.
  5. Mereka sayang kepada sesama makhluk.
  6. Mereka tabah di dalam menghadapi gangguan semua makhluk.
  7. Mereka yakin pada surga, yakni apabila mereka mengerjakan suatu pekerjaan, mereka merasa yakin bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala mereka.
  8. Mereka Patuh di dalam hal-hal yang benar.
  9. Mereka tidak pernah meninggalkan nasehat, walaupun kepada musuh.
  10. Pedoman hidup mereka adalah fakir, artinya mereka tidak pernah menyimpan kelebihan hartanya dan suka memberikannya kepada orang-orang fakir.
  11. Mereka selalu dalam keadaan wudhu.
  12. Mereka tidak bersuka ria bila memperoleh rezeki dunia, dan tidak sedih bila tidak memperolehnya."

Salah seorang cendekiawan berkata:
"Kemuliaan orang yang zahid itu ada sepuluh, yaitu;

  1. Memusuhi setan itu merupakan suatu kewajiban atas dirinya, karena Allah Ta'ala berfirman;
    “Sungguh, setan itu musuh bagimu, maka perlakukanlah ia sebagai musuh.” (QS. Fatir, 35:6)
  2. Tidak melakukan suatu perbuatan kecuali dengan hujjah atau dalil yang dapat dipertanggungjawabkan nanti pada hari kiamat, karena Allah Ta'ala berfirman;
    “Katakanlah; "Tunjukkan bukti kebenaranmu, jika kamu orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah, 2:111)
  3. Mereka mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk mati, karena Allah Ta'ala berfirman;
    “Setiap yang bernyawa akan merasakan mati.” (QS. Ali 'Imran, 3:185)
  4. Mereka cinta dan benci karena Allah, karena Allah Ta'ala berfirman;
    “Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya, atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang dalam hatinya telah ditanamkan Allah keimanan.” (QS. Al-Mujadilah, 58:22)

    Maksudnya orang yang beriman tidak akan bersahabat karib dengan orang yang melawan perintah Allah meskipun ia adalah bapak, anak, saudara atau keluarganya.

  5. Mereka senantiasa beramar makruf dan nahi mungkar, karena Allah berfirman;
    “Dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar, dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting.” (QS. Luqman, 31:17)
  6. Mereka senantiasa mengambil pelajaran dan berfikir tentang makhluk ciptaan Allah, karena Allah berfirman;
    “Dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi.” (QS. Ali 'Imran, 3:191)

    Dalam ayat yang lain Allah berfirman;
    “Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang mempunyai pandangan!” (QS. Al-Hasyr, 59:2)

  7. Mereka senantiasa menjaga hati untuk tidak memikirkan apa-apa yang sekiranya tidak diridhai oleh Allah SWT, karena Allah berfirman;
    “Karena pendengaran, penglihatan dan hati murni, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra', 17:36)
  8. Tidak merasa aman dari siksaan Allah, karena Allah berfirman;
    “Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain orang-orang yang rugi.” (QS. Al-A'raf, 7:99)
  9. Mereka tidak berputus asa dari rahmat Allah, karena Allah berfirman;
    “Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh, Dialah Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar, 39:53)
  10. Mereka tidak bersuka cita dengan dunia yang dikaruniakan oleh Allah kepada mereka dan mereka tidak bersedih terhadap apa yang bukan menjadi bagiannya, karena Allah berfirman:
    “Agar kamu tidak bersedih hati terhadap apa yang luput dari kamu, dan tidak pula terlalu gembira terhadap apa yang diberikanNya kepadamu.” (QS. Al-Hadid, 57:23)

    Maksudnya seseorang tidak mengetahui kebaikan dirinya dalam hal apa yang diperoleh atau tidak diperolehnya. Seseorang hendaknya bersikap sama dalam dua keadaan ini. Perumpamaan mukmin itu adalah seperti bunga as, dan perumpamaan orang munafik itu adalah seperti bunga mawar. Bunga as itu akan selalu tetap dalam keadaan yang sama baik di musim dingin maupun di musim panas. Sedangkan bunga mawar itu berubah-ubah keadaannya apabila mengalami pergantian musim. Demikian pula orang mukmin akan selalu berada dalam keadaan yang sama baik sewaktu senang maupun sedih, dan ia selalu merasa puas dengan apa yang dikaruniakan Allah kepadanya. Sedangkan orang munafik itu tidak merasa puas terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepadanya, di mana ia tidak bersyukur sewaktu mendapatkan kenikmatan dan mengeluh sewaktu berada dalam kesulitan.

Orang mukmin harus mengikuti jejak dan akhlak para nabi dan orang-orang zahid, dan tidak boleh mengikuti tingkah laku orang-orang kafir dan orang-orang munafik.

Wabillahit taufiq.


---o0o---



Viewing all articles
Browse latest Browse all 238

Trending Articles